LIMA PULUH

115 11 2
                                    

Part spesial untuk kalian penikmat halu

Happy Reading!

"Jadi karena ini lo dari kemaren gak call gue?"

Alif memutar tubuhnya guna melihat Sita yang datang bersama segelas teh hangat yang mengepulkan asap putih tak kasat mata, meletakkannya di atas meja kaca lalu berlanjut dengan dirinya yang duduk di samping Alif.

"Kangen banget 'kan lo sama gue?" tebak Alif menaik turunkan alis.

"Tingkat kepedean lo makin parah gue rasa," cibir Sita berdecih tak suka.

Terlihat Alif yang tidak menanggapi, pemuda itu memilih meraih gelas berisi air berwarna merah untuk ia seruput.

"Itu masuh pan--"

"Ppfftt..."

Belum selesai Sita memberi peringatan, Alif dengan tidak sabarannya meminum sampai lupa bahwa teh tersebut masih panas.

Sontak Suara gelak tawa Sita memenuhi kosongnya apartemen. Alif yang menjadi bahan tertawaan hanya memasang wajah datar.

"Melepuh lidah gue anjir," cerca Alif menjulurkan lidahnya.

Sita masih setia dengan tawanya yang mampu menggelitik perut. "Lo yang gak sabaran, maen minum aja."

Suara decakan keluar, Alif menyunggingkan senyum miring di bibirnya. "Gak malu ketawa kenceng abis ketakutan kayak tadi."

Sejenak Sita menghentikan tawanya, gadis itu melirik Alif dengan dagu terangkat. "Kapan gue ketakutan. Nggak pernah tuh," ujarnya pongah.

Alif yang gemas meraup wajah Sita dengan tangannya. "Gak takut tapi keringetan," cercanya mendorong wajah Sita pelan.

"Gue keringetan karna gerah bukan takut," sangkal Sita bersikeras.

"Jangan culik saya," Ujar Alif meniru suara Sita lengkap dengan wajah ketakutannya.

Sita yang merasa sedang disindir mencebik, gadis itu dengan suka rela menggeplak bahu Alif keras menbuat si empunya tertawa kencang. "Gue gak pernah ngomong gitu, ya."

Namun Alif nampaknya tak puas, ia terus saja menggoda Sita. "Jangan culik saya. Jangan apa-apain saya, hahaha."

Tubuh Alif melengkung di sofa, kedua tangannya sibuk memegangi perut yang sakit akibat terlalu keras tertawa. Sita tidak tinggal diam, gadis itu terus menerus melayangkan geplakan sampai tinjuan di bahu serta kepala Alif, berharap agar tamunya ini berhenti mengejeknya.

"Alif ih, diem gak lo," rengek Sita menggoyang-goyangkan bahu Alif yang terbalut hoodie hitam.

"Terus lo bilang apa? Anak baik-baik? Baik dari hongkong," dan Alif masih belum mau berhenti menggoda gadis yang wajahnya memerah padam.

Jika saja membunuh itu tidak dosa dan dibolehkan, ingin sekali rasanya Sita menusukkan samurai tepat di jantung Alif agar suara tawa menjengkelkan itu segera lenyap.

"Lagian penculiknya juga ogah culik lo, bukannya lo yang disiksa, malahan mereka yang lo siksa."

Sekarang yang mampu Sita lakukan hanyalah mengguncang tubuh Alif, merengek meminta berhenti menjahilinya.

Singgah [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang