Happy Reading!
Pagi itu, di balik kemudi ada Alif yang sedari tadi mengembangkan senyum. Setelah mendengar petuah dari Sandy dan merenungkannya semalaman, sekarang Alif telah meyakinkan hatinya untuk mengutarakan perasaannya pada Sita.
Lalu lalang jalan raya saat ini kebetulan tengah lenggang membuat Alif leluasa mengemudikan roda empatnya.
"Ekhem," Alif berdeham.
Rupayanya pemuda berkaos putih itu akan melakukan latihan sebelum berhadapan dengan Sita.
"Sita, lo mau gak jadi pacar gue?" Alif memulai pelatihan pelafalannya.
"Kenapa jadi kayak abg gini," hardik Alif selanjutnya.
"Mmm... Ta, gue pengen kita lebih dari sahabat, gue cinta sama lo," ujar Alif lagi namun yang terjadi selanjutnya pemuda itu menggelengkan kepala keras. "Terlalu maksa, nggak."
"Terus gue harus ngomong gimana?" keluhnya memukul stir mobil.
"Ah masa bodo, itu urusan nanti. Sekarang yang terpenting gue harus ketemu dan ajak dia jalan dulu."
Setelah mengatakan itu, Alif menambah laju, mobilnya melesat bak angin di teriknya pagi menuju siang, membelah jalanan ibu kota yang sangat jarang lenggang dari para kendaraan penyebab penuhnya jalanan. Sehingga membuat Alif hanya menghabiskan waktu tak kurang dari dua puluh menit untuk mencapai tempat tujuan.
Kafe sudah di depan mata, Alif turun dari kendaraan roda empatnya. Senyum pemuda itu semakin tidak bisa untuk meluruh, apalagi saat melihat Sita yang tengah bercengkrama dengan Toni di balik meja barista.
"Tenang, tenang," ujar Alif bak seperti mantra sebelum membuka pintu kaca.
Retina Alif tak pernah lepas dari sosok Sita yang kini tengah melambai kepadanya, senyum si pemilik lesung pipi semakin melebar saja walau tak menghiraukan hatinya yang berdegup kencang sedari tadi.
"Hai," sapa Sita riang.
Alif meneguk salivanya susah payah. "Hai," sahutnya.
"Mau langsung jalan?" tanya Sita yang berjalan keluar dari dapur untuk menghampiri Alif.
"Iya, yuk," ajak Alif.
Sita mengangguk, kemudia kepala gadis itu menoleh menghadap Toni. "Kak, berangkat dulu, ya," pamit Sita.
Toni mengankat satu ibu jarinya. "Hati-hati. Tenang kafe selalu amat sama gue," tutur pemuda ber-apron itu.
"Yaudah, ayo," Sita mengambil langkah terlebih dahulu.
Alif mengekor di belakangnya. Entah dapat dorongan dari mana, Alif membukakan pintu mobil untuk Sita yang membuat si empunya menyerngit dengan kekehan geli.
"Dih, sok romantis lo," cibir Sita geli.
"Hehehe, sekali-kali."
Sita menatapkan bokongnya di kursi samping kemudi, tatapannya mengikuti Alif yang sedang memutari mobil kemudian duduk di sampingnya.
"Langsung ke sana apa gimana?" tanya Sita memakai seatbelt.
"Ke taman dulu gimana?" usul Alif ikut memasang sabuk pengaman.
Sita melirik arloji di pergelangan tangannya lalu mengangguk. "Lagian belum masuk jam besuk juga," katanya menatap Alif. "Tapi taman deket rs aja, biar nanti gak makan waktu," lanjutnya.
Alif mengangguk patuh. Terserah mau di taman mana, yang terpenting ia bisa berdua bersama Sita.
Mereka memang berencana untuk membesuk Maria. Pasalnya kemarin Alif dengan keras melarang Sita untuk berkunjung di unit kesehatan itu, pemuda itu terlalu cemas jika Sita kembali menyalahkan dirinya lagi. Sita pun sama, walau tidak mendapatkan larangan dari Alif, ia masih belum sanggup jika bertemu Maria atau pun Juan.

KAMU SEDANG MEMBACA
Singgah [TAMAT]
Novela Juvenil[Part lengkap dan belum revisi] Sita Larasati, gadis cantik yang mencintai apa adanya pemuda bernama Juan. Pria berkekurangan itu sanggup merubah prinsip hidup Sita yang monoton. Kisah sederhana dari pertemuan tak terduga menjadi kisah cinta pertama...