TIGA PULUH EMPAT

111 10 0
                                        

"Jangan mencoba bermain api jika tak tahu cara memadamkannya."

Singgah

Happy Reading!

"Seriusan dia diemin lo?" Tanya si pria yang baru saja meletakkan satu buah cangkir berisi teh hangat. "Sorry, seadanya. Mama gak pernah mau ada ART di rumah."

Lawan bicaranya tersenyum memaklumi, tangannya terulur meraih cangkir untuk ia minum. "Tante Lilis nggak pernah berubah, ya. Mandiri banget, aku jadi kagum."

Anton tersipu kala mendapat pujian dari Maria, walau kalimat pujian tersebut bukan di peruntukkan untuk dirinya sendiri. "Eh, Juan beneran diemin lo, Ri?" Tanyanya kembali ke topik awal.

"Iya, udah tiga hari dia nggak mau ngomong sama aku, padahal aku cuma jalan sama kamu doang," Maria meluruhkan garis wajahnya. "Mungkin mau mendalami peran jadi orang bisu kali, ya?"

Anton terkekeh. "Kebiasaan, ngelawak sama nyindir nggak ada bedanya."

Maria terperangah saat tangannya di genggam Anton namun hanya sejenak, karena gadis yang mengenakan atasan berupa baju rajut maron itu sudah sangat terbiasa mendapat prilaku serupa dari Anton.

"Mau saran gue nggak?" Tawar Anton menggeser tubuhnya agar lebih dekat dengan Maria.

Dengan mata sayu yang mulai berkaca-kaca, Maria mengangguk. "Apa?"

"Sejak jamannya dia masih ingusan ijo, Juan udah bareng sama gue. Dari tk, sd, smp sampe sma kita berdua selalu sama-sama. Kita kemana-mana bareng, sampe-sampe banyak yang bilang kalo kita itu kembar," ujarnya di akhiri dengan kekekehan kecil. "Gue kenal banyak Juan dari Panji, Roni dan Andi bahkan lo."

Masih dengan menggenggam tangan pucat Maria, Anton menjeda ucapannya. Menarik nafas sejenak, lalu melanjutkan. "Gue tahu Juan bukan tipe manusia yang suka gonta-ganti pasangan, Juan itu orangnya setia... cuma, waktu itu saat lo koma, bokap nyokapnya yang malah betah di Prancis dan di tambah suaranya yang tiba-tiba ilang, buat dia jadi kacau. Dia butuh seseorang yang seenggaknya bisa lupain problem-nya, ya walau caranya juga salah."

Terdengar helaan nafas panjang yang Maria keluarkan, mengulum bibir bawahnya, Maria berusaha tak membiarkan air matanya lolos di depan Anton. "Jadi... itu saran kamu?"

"Bukan, barusan baru intro." Ujarnya bergurau, melepaskan genggaman tangan.

Maria merenggut kesal namun terlihat begitu menggemaskan di mata Anton. "Saran dari gue, lo harus lebih tegas, lo harus mikirin hati lo juga. Kalo masih pacaran masih bisa di maklumin, tapi sekarang posisinya kalian udah nikah."

"Tapi... Juan bahagi--"

"Dia nggak bahagia," sela Anton cepat. "Dia pernah bilang ke gue pengen selesaiin semuanya, tapi dia nggak bisa. Dia terlalu takut buat patahin hati wanita lagi."

"Ri," kembali menggenggam tangan Maria, Anton menatap intens cewek di depannya. "Gue tahu hati lo itu tulus, tuluus banget. Lo biarin Juan melangkah di jalan yang menurut lo bisa buat dia bahagia walau pun lo tahu jalan itu salah."

Maria tertunduk dalam, dan dengan penuh kelembutan Anton meraih dagu Maria dengan telunjuknya untuk kembali menatapnya. "Nggak selamanya hati lo kuat liat dia begini."

Singgah [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang