TUJUH PULUH

138 11 31
                                    

Happy Reading!

Sita menopang dagu di atas nakas, matanya tampak malas melihat objek yang sedari tadi ia lihat. Sembari memakan perkedel yang sudah diiris kecil-kecil melalui garpu, Sita terus menerus menghela nafasnya.

"Tambah beberapa hari deh kalo gak bisa satu bulan," tutur Sita lesu.

Alif dengan beberapa lipat baju serta pakaian lainnya menoleh, pemuda yang berkutat dengan sebuah koper berukuran sedang itu merasa serba salah jadinya karena Sita yang terus saja merengek agar Alif menetap lebih lama lagi di tanah air.

"Gak bisa, aku cuma ambil cuti satu minggu," lagi dan lagi kalimat itu yang terus Sita dengar.

"Lagian siapa suruh cuma izin satu minggu. Belagu banget," cebiknya seraya menguapi potongan perkedel hasil masakan Mamah dengan kasar.

"Kok belagu?" tanya pemuda yang tengah menyusun pakaian ke dalam koper itu.

"Ya emang kamu belagu. Sok-sokan cuma seminggu padahal katanya pengen lama-lama sama aku," Sita mengembungkan pipinya dengan mulut mengunyah malas.

Gerakan mengemas yang dilakukan Alif terhenti, helaan nafas panjang terdengar setelahnya. Akhirnya pemuda itu memutuskan untuk bangkit, berjalan mendekat pada Sita yang duduk di tepi ranjang.

"Yang penting kita udah ketemu kan? Dan aku juga udah dapet jawaban yang aku pengen dari kamu, jadi jangan kasih beban buat aku untuk tinggalin indo," ujarnya ikutan lesu. Alif mendudukkan bokongnya tepat di samping Sita.

Sita tentu saja sedang di mode bad mood. Bahkan gadis itu harus memiringkan tubuhnya memunggungi Alif, juga dengan kedua lengannya yang disilang di bawah dada.

"Taaa," panggil Alif, jari telunjuknya mencolek-colek bahu Sita. "Ih, kok ngambek sih," gerutunya.

Bahu Sita yang mendapatkan serangan berupa colekan dari Alif ia guncang, mencoba menghentikan kegiatan yang justru semakin membuat dirinya sebal.

"Udah dong, cukup mamah aja yang ngambek gara-gara aku mau berangkat, kamu mah jangan," Alif masih setia mencolek lengan Sita.

Namun rupanya hal tersebut tak ampuh membuat Sita meluruh. Alif pun sekarang jadi berganti mengguncang kedua pundak Sita.

"Ayolah, jangan gini," rengek Alif cemberut.

"Apasih," tegur Sita menyingkirkan tangan Alif dari pundaknya.

"Kamunya jangan gambek."

"Siapa juga yang ngambek?"

"Tuh buktinya gak mau ngadep aku," Alif kembali menguncang pundak Sita.

"Suka-suka dong," sahut Sita kesal.

Alif semakin mengerucutkan bibirnya. Sekarang pemuda itu jadi tahu bagaimana perasaan saat menghadapi pasangang yang tengan dalam mode ngambek.

Kepala Alif jatuhkan di pundak Sita. Benar-benar tak mengenakan. Sejujurnya Alif pun ingin sekali berlama-lama di tanah kelahiran, namun bagaimana lagi, Alif tidak mau mengambil resiko.

"Sayaaang," panggil Alif tak seperti biasanya.

Sita diam-diam mengulum senyum, geli sendiri mendengarnya. Dengan Alif bertingkah manja seperti ini saja, sebenarnya sudah membuat moodnya kembali membaik, hanya saja Sita masih kesal dengan Alif."

Singgah [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang