LIMA PULUH TIGA

115 12 0
                                        

Happy Reading!

Setibanya di kafe, hal pertama yang menyambut kedatangan mereka adalah kehebohan Vivi dengan baki di pelukan serta Toni yang tengan melayani pelanggan sampai keluar untuk menghampiri Sita yang masuk dengan kondisi dipapah Juan.

Seketika Sita menjadi pusat perhatian orang-orang di dalamnya. Sedikit melirik Juan lewat ekor matanya, Sita merasa canggung sendiri. Berbanding terbalik dengan Juan yang memasang tampang datar, tidak menghiraukan tatapan penuh penasaran dari pelanggan kafe.

"Loh Kak Sita kenapa dipapah?" Vivi heboh sendiri. Matanya yang sebagiannya tertutup poni melotot.

"Duh, Ta, lo kenapa?" Toni pun sama, walau tidak seheboh Vivi, pria berkaos hijau itu wajahnya sarat akan kekhawatiran.

Sita meringis canggung, mendudukkan diri kala Vivi membawakan kursi untuknya.

"Tadi jatuh dari motor," ucapnya. Sita meluruskan kaki yang sontak mengundang perhatian Vivi dan Toni.

Vivi meletakkan baki di meja barista di sampingnya, badannya membungkuk dan tanggannya terulur meraih kaki Sita.

Karena Vivi yang kelewat heboh, tangannya pun tidak sengaja menyenggol lutut Sita keras.

"Eh, aww."

"Aduh," latah Vivi melihat Sita meringis.

Toni pun tidak tinggal diam. Sama seperti yang Vivi lakukan, Toni pun ikut membungkukkan badannya namun hanya melihat kaki Sita tidak ikut melarihnya.

"Bagian mana yang sakit, Ta?" tanya Toni menyorot sekujur kaki jenjang Sita.

Sita terkekeh kecil melihat Toni yang biasanya bertampang selengean kini serius dengan raut khawatir. "Nggak, Kak. Sana balik aja. Tuh pelanggannya nunggu," tunjuk Sita dengan dagunya.

Yang diminta menurut saja, bangkit berdiri meski sesekali menoleh.

Gadis yang rambutnya tergerai itu mengangguk, meyakinkan pada Toni bahwa dia baik-baik saja.

"Ih, Kak Sita," rengek Vivi.

Lantas Sita menoleh, menaikkan alis. "Kenapa?" tanyanya dengan kekehan.

"Itu kakinya sebelah mana yang sakit?" tanya Vivi harap risau.

"Nggak ada," Sita menggengkan kepala, tanggannya maju mendorong pelan Vivi. "Udah balik kerja aja sana," usirnya sambil menyerahkan baki dari meja.

Vivi tentu saja menolak. Menggeleng keras-keras kepala, membuat poni melengkungnya bergerak lucu.

"Boong ih, buktinya tadi jalannya dipapah git-- eh," Vivi terjingkat kala mengingat sesuatu. "Ini siapa?" tanyanya tertuju pada Juan.

Juan yang tengah melihat-lihat sekeliling pun mengalihkan arah pandangnya. Pria itu butuh menunduk guna bisa balas menatap Vivi yang tingginya dibawahnya. "Gue?" tunjuk Juan pada diri sendiri. "Temennya," jawabnya singkat.

Vivi yang semula tubuhnya menghadap Sita sudah teralih menghadap sempurna Juan. Gadis berponi itu memiringkan kepalanya, mengerutkan dahi seolah sedang mengingat-ingat sesuatu.

Singgah [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang