TIGA PULUH TIGA

88 9 0
                                    

Happy Reading!

Bukan kah tuhan selalu menciptakan apa pun di dunia berpasang-pasangan?

Tidak kah kamu ingat bahwa setiap adanya kesedihan pasti di iringi dengan kebahagiaan.

Jikalau engkau sedang meradang kala berada di suatu kesulitan, bisa kah engkau mengingat bahwa tuhan masih setia berada di setiap hembusan nafasmu untuk menguatkan hambanya agar tetap tegar.

Percayalah saja bahwa setelah hujan pasti akan ada pelangi.

Di ruangan yang sering di sebut kamar tidur itu terdapat seorang gadis yang mempunyai kebiasaan mengikat tinggi rambut panjangnya tengah menyemprotkan minyak wangi ke sekujur pakaian yang dikenakan.

Setelah di rasa sudah sempurna, gadis yang tak lain adalah Sita itu meraih tas selempang putih tulang dari ranjangnya.

Mengenakan overall biru laut serta kaos berlengan sebahu warna putih, Sita keluar dari kamar dengan langkah ringan serta wajah riang.

"Mau kemana, Kak?" Kalimat sambutan dari Andini yang bertengger manis di sofa dengan bantal di pangkuan serta remot televisi di genggaman.

"Malam mingguan dong." Jawab Sita pongah, mendekati Andini untuk ikut duduk di sampingnya.

Andini mendengus. "Pacaran aja terus sampe lupa kalo lusa udah masuk UAS." Cibirnya mengalihkan channel di tv.

"Sirik aja." Balas Sita memainkan ponselnya, "kalo lo mau, tinggal suruh Panji buat ngapelin aja."

Mendengar nama yang sedari tadi membuat moodnya buruk, Andini sontak menepuk keras bantal di pangkuannya. "Jangan sebut nama hewan ragunan itu lagi. Sumpah mau muntah."

Sita mendongak kala nada bicara Andini yang berapi-api. "Lagi marahan, ya? Atau lo habis di tolak Panji." Tuding Sita menaik turunkan alis.

Berdesis, Andini menurunkan garis wajahnya. "Mangkanya kalo pulang sekolah jangan langsung ngeloyor pacaran aja, sampe nggak tahu adeknya di labrak."

"Hah?" Sontak Sita terkejut, memiringkan badannya agar bertatap muka karena gadis itu duduk bersandar di lengan sofa. "Kena labrak sama siapa?"

Terlihat lagi Andini yang semakin menurunkan garis wajahnya. "Sama pacar si Panjul lah" Ujarnya ketus.

"Lho, Panji punya pacar? Sejak kapan?"

"Sebulan sebelum deket sama aku." Lagi, wajah Andini meluruh.

Mengusap-usap bahu sang adik prihatin, Sita lantas membisikkan sesuatu. "Emang takdir gak ada yang tahu."

Setelahnya gadis itu cepat bangkit, lari terbirit-birit sebelum bantalan sofa mengenai wajahnya.

[][][]

Dengan sekuat tenaga dan menahan rasa nyeri, Maria berhasil menuruni tangga hasil kerja kerasnya sendiri.

Berdiri dengan bantuan dua tongkat di masing-masing sisi tubuh, Maria tampak cantik mengenakan dress biru toska serta rompi rajut berwarna army untuk atasan penutup lengannya agar tak terekspos.

Lama menunggu di depan gerbang rumah, akhirnya yang sedari tadi ia tunggu sampai juga.

Mobil sedan putih berhenti tepat di hadapannya, si pengendara turun dari sana.

Singgah [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang