TIGA PULUH SATU

112 13 1
                                    

Happy Reading!

Seringkali kita meyakini bahwa cinta tidak harus memiliki.

Cinta adalah saat kita melihat dia berbahagia walau bukan kita alasan dia bahagia. Itu definisi klasik.

Maria, gadis cantik itu harus rela berperang dengan egonya sendiri. Ingin memonopoli haknya, namun takut untuk kehilangan.

Rupanya menjadi sangat bodoh adalah keputusan terbaik yang ia pilih. Merelakan miliknya bersama dengan yang lain, karena di tinggal adalah bencana buruk baginya.

Si gadis bodoh itu membuka kelopak mata perlahan, tangan pucatnya di gunakan untuk menghalau cahaya yang masuk dari sang surya lewat fentilasi udara.

Beringsut duduk kala di sisinya sudah tidak terdapat lagi sang suami.

Ceklek...

Pintu kamar mandi terbuka, menampilkan Juan yang baru menyelesaikan ritual mandi pagi. Pinggang yang di liliti sehelai handuk, memperlihatkan bagaimana indahnya lekukan tubuh kekasihnya.

Tatapan sayu terus Maria lemparkan pada Juan yang saat itu tengah menarik kaos berwarna putih polos serta jeans selutut dari dalam lemari kemudian di pakai.

"Sayang." Panggilan itu keluar tanpa mau berkompromi dulu dengan si empunya. Nada lirih penuh rasa sesak mendominasi di dalamnya.

Karena merasa terpanggil, Juan memilih mendekat ke ranjang. Duduk di pinggiran, melihat dengan seksama wajah cantik Maria yang baru terjaga.

Di raihnya pipi yang semakin hari semakin tirus itu, di usap lembut dengan satu telapak tangannya. Hati Juan tercelos kala pupil indah itu mengeluarkan bulir bening.

"Kenapa?" Dengan usapan ibu jari, air mata Maria sudah raib terhapus. "Kenapa nangis?"

Maria nampak bergeleng, memilih mendekap pemuda di depannya dengan erat. "Kamu wangi, mau kemana?"

Melonggarkan pelukan, Juan tak berminat untuk menjawab.

Mengulum serta menggigit bibir adalah hal yang Maria lakukan. Mencoba tidak menangis karena menyimpulkan bahwa Juan pasti akan bertemu pacaranya.

Rupanya Juan orang yang peka terhadap situasi. Melihat Maria yang diam tanpa sepatah kata, Juan menarik kembali tubuh istrinya untuk di dekap. Menenggelamkan kepala di ceruk leher Maria. Menghirup dalam-dalam aroma yang sudah menjadi candunya, mengendus-endus ala vampire yang siap menggigit mangsa.

"Kenapa, hmm...?" Tanya Juan dengan suara seraknya, masih setia menelusuri leher jenjang Maria.

Maria sungguh berat berkata, namun harus ia utarakan. "Mmm... kamu mau ketemu dia, ya?" Si gadis bertanya ragu-ragu.

Memilih menyudahi aksi mengendusnya, Juan merenggangkan dekapan, menahan kedua bahu Maria agar tetap menatapnya.

Helaan nafas terdengar, tersenyum simpul yang Maria pun tak tahu apa artinya. "Aku di sini, nggak kemana-mana."

Maria ikut tersenyum. "Bahagia bareng aku, ya?"

"Kamu nggak minta pun, aku tetap bahagia sama kamu." Di belainya pipi Maria dengan kuku bukunya dengan sangat lembut.

Singgah [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang