Maaf, tolong dan terimakasih. Mudah dilafalkan tapi sulit untuk diucapkan. Bukan katanya yang sulit, manusianya saja yang sukar untuk sekedar mengucap.-singgah
Happy Reading!
Meski pagi sudah tiba, Sita tak berniat sedikit 'pun untuk membuka kelopak matanya. Dia memang tak sungguh-sungguh sedang tidur, semalam saja dia baru bisa tidur pukul tiga dini hari.
Bunyi alarm serta suara Dini dan Sarwanti yang saling sahut-menyahut bermaksud membangunkan tidurnya 'pun tak ia tanggapi. Bukan rasa kantuk yang masih melanda, ini perihal tidak kenyamanan hati.
Di dalam benak Sita masih tersirat rasa bersalah dengan seseorang yang tak diketahui namanya, seseorang yang tak lain adalah sahabat dari Anton itu mampu membuat hati Sita tak karuan.
Dia emang gak bisa ngomong.
Dia emang gak bisa ngomong.
Dia emang gak bisa ngomong.
Sita membekap kedua telinganya dengan bantal, kalimat itu terus saja menggema, membuatnya semakin merasa bersalah.
Ceklek..
Pintu dibuka oleh Andini yang sudah siap dengan seragamnya. Gadis itu melangkah mendekat ke ranjang seraya menyibakkan selimut yang meliliti seluruh tubuh Sita.
"Astaga, lo belum mandi juga?" Teriakkan nyaring Andini menggema. "Ini udah mau jam tujuh, Sita. Lo mah ih, kalo telat gimana?"
Sita tak menggubris, gadis yang mengenakan piyama itu hanya mengubah posisi menjadi membelakangi sang adik. "Lo gak bakal telat kalo berangkat sekarang." Sahut Sita, tangannya terulur guna menarik kembali selimutnya.
"Gimana mau berangkat, orang lo nya aja belum mandi gini." Andini semakin meracau.
"Gue gak sekolah, lo buruan berangkat sana, katanya takut telat."
Andini memajukan tubuhnya, meraba kening sang kakak menggunakan punggung tangan. "Lo sakit, Ta?" Tanyanya.
"Enggak, udah cepet keluar sana." Sita mengusir, menyingkirkan tangan Andini yang masih menempel pada keningnya dan berlanjut mendorong tubuh sang adik pelan, menginsyaratkan agar cepat keluar.
Setelah kepergian Andini, Sita fikir ia bisa tidur lagi, tapi kedatangan Sarwanti membuatnya mau tak mau membuka mata.
"Katanya kamu gak sekolah." Ucapnya seraya memunguti pakaian dua anak remajanya yang kotor untuk ia cuci. "Kenapa, sakit?"
Sita menjawab dengan gelengan. "Lagi males bangun."
Terlihat Sarwanti meletakkan keranjang bawaannya di dekat pintu, lantas duduk di tepi ranjang tepat di sisi tubuh Sita yang berbaring. "Ada masalah?"
Tak ada jawaban, Sita malah memeluk perut sang ibu dengan erat, menenggelamkan kepala pada perut yang dulu sempat ia tinggali.
"Ama bisa loh jadi teman curhat." Meski tak mendapatkan tanggapan, Sarwanti tetap saja berujar. "Sita bisa ganti tempat curhat selagi ayah kerja ke Ama, Ama mulutnya gak bocor kok."
KAMU SEDANG MEMBACA
Singgah [TAMAT]
Genç Kurgu[Part lengkap dan belum revisi] Sita Larasati, gadis cantik yang mencintai apa adanya pemuda bernama Juan. Pria berkekurangan itu sanggup merubah prinsip hidup Sita yang monoton. Kisah sederhana dari pertemuan tak terduga menjadi kisah cinta pertama...