DUA PULUH SATU

100 15 0
                                    

Salah satu cara untuk menghargai karya seseorang adalah dengan memberinya dukungan.

Jangan lupa di votes.

Happy Reading!

Setelah mendapatkan kabar jika terjadi kecelakaan pada Bagas, Sita berserta Anton langsung bergegas menuju unit kesehatan yang Andini kirimkan alamatnya.

Sita bak seperti orang kesetanan. Sewaktu baru tiba di tempat parkir kendaraan roda dua, ia dengan terburu-burunya turun hingga membuat kuda besi yang masih Anton duduki terjatuh karena si pengendara yang tak sigap.

Jika ingin tahu tiga kata yang paling Sita tidak sukai yaitu celaka, pergi dan kehilangan. Karena ketiganya memiliki keterkaitan untuk menciptakan rasa sakit hati.

Sekarang Sita sudah bisa bernafas lega setelah melihat Bagas yang hanya memiliki luka di lengan dan kedua lututnya saja. Sita berjalan mendekat ke salah satu brankar di UGD yang Bagas tempati.

"Abang gak papa?" Tanya Sita sebagai sambutan kedatangannya.

Bagas yang semula sedang bercakap dengan adik bungsunya mengalihkan fokus pada Sita yang mengambil tempat duduk di tepi brankar, ia mengulas senyum. "Cuma lecet sedikit. Gak masalah."

Mendengar jawaban dari sang Kakak yang kelewat santai lantas Sita menurunkan garis wajahnya. "Lecet tapi sampe di pakein gips segala." Cibirnya.

"Sok kuat banget sih." Andini ikut menyuara.

Bagas terkekeh melihat respon dari kedua adik perempuannya yang terlalu mencemaskannya. Lalu tangan Bagas yang bebas di gunakan untuk mengelus puncak kepala Sita dan Andini di sisi kanan kirinya secara bergantian.

"Idih." Suara dengan nada sinis mengalihkan atensi kakak beradik yang sedang berbagi kasih sayang itu, "lebay lo semua." Cibir Anton.

Pria yang sedari tadi berdiri dengan kedua tangan terlipat di bawah dada mulai mengeluarkan kementarnya.

"Lagian nih ya, cowok kalo luka terus nangis bombay malah dikira belok."

"Bener." Bagas dengan cepat menyetujui ucapan Anton.

"Luka segitu belum ada apa-apanya. Masih level rendah."

"Cih." Sita dan Andini kompak berdecih.

"Kalo segini masih level awal untuk kaum lo, gue doain kaki lo patah biar gak bisa maen futsal lagi." Sarkas Sita.

"Amin." Sahut Andini cepat.

"Ck, ck, punya sodara laknat banget, bukannya doa yang baik-baik malah nyumpahin orang buat celaka." Ujar Anton tak terima.

"Bodo." Lagi-lagi Sita dan Andini kompak menyahut.

"Gue pengen ngomong kasar jadinya." Anton menatap sinis ke arah dua gadis remaja itu.

Dua gadis yang di tatap sinis balas menatap tak kalah sinis. Lalu berlanjut pada wawancara Sita perihal mengapa Bagas bisa menjadi seperti sekarang. Dan ternyata Bagas terserempet mobil saat ia hendak menyebrangi jalanan untuk membeli novel yang sedang di adakan bazar yang akan ia berikan pada Sita.

Singgah [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang