EMPAT PULUH TUJUH

111 10 0
                                    

Happy Reading!

Sita merenggangkan tangannya yang terasa kaku. Setelah satu jam lebih berkutat dengan tugas membuat makalah, akhirnya Sita bisa kembali bernafas juga.

Permukaan sofa bergerak naik turun seiring tubuh Sita yang direbahkan dengan tak santainya. Memilih memejamkan mata karena merasa lelah badan juga fikiran.

Suara deringan ponsel berhasil mengganggu aksi rebahan siang Sita, tangannya terulur bergerak meraba meja guna menemukan benda pipih tersebut.

Gerakan tangan Sita terhenti yang berarti ponsel sudah didapat. Masih dengan mata tertutup, gadis itu mengangkat panggilan tanpa melihat dulu siapa si penelepon.

"Sitaaa... hiks.. hiks..."

Sontak Sita membuka kelopak mata kala mendengar suara dari sebrang. Ia menjauhkan gawainya guna melihat siapa yang telah mengganggu acara tidur siangnya.

Cewek yang rambutnya terkuncir itu mendengus saat nama Sella terpampang di layar ponsel.

"Kenapa?" tanya Sita ketus, meletakkan satu tangannya di atas wajah.

"Gue mau curhat... huhuhu."

Sita memutar bola mata, seolah tahu apa yang tengah menimpa sahabatnya itu. "Ke apart gue sekarang," pesannya sebelum memutus panggilan.

[][][]

Satu jam sudah suara tangis mengisi kosongnya unit apartement Sita. Helaian demi helaian gumpalan tisu bekas menumpuk di atas meja. Sita memandang dengan sorot jengah pada gadis di depannya.

"Gue suruh lo ke sini bukan mau berantakin apart gue," cebik Sita menatap nyalang Sella.

Sella yang wajahnya banjir air mata hanya mampu sesegukkan dengan bibir bawah tertekuk.

Sita menghela nafasnya, rasanya ia ingin ikut menangis saja saat melihat ruang tamunya berubah jadi berantakan bak kapal pecah.

"Kalo lo nangis mulu, gimana gue tau masalah lo apaan?" Sita semakin geram, Sella yang katanya ingin bercerita justru tak mau menghentikkan tangisnya justru kian pecah.

"Lo tenangin diri lo dulu abis itu tarik nafas dalam-dalam terus buang," titah Sita membimbing sahabatnya agar berhenti menumpahkan air mata.

Sella menurut, walau sesekali suara sesegukkan masih terdengar, tangisan pun perlahan mulai lenyap.

"Sekarang udah siap cerita?" tanya Sita memastikan.

Gadis berhoodie abu itu menyampingkan tubuhnya menghadap Sita, memangku bantal sofa yang sedari tadi menjadi korban cakaran Sella.

Sita ikut memangku bantal, satu tangan menyangga dagu dan tangan satunya diletakkan di atas bantal.

Sebelum memulai aksi curhatnya, Sella terlebih dahulu menghapus air matanya dengan satu usapan telapak tangan lalu mengulum bibirnya ke dalam, menarik nafas panjang berlanjut dikeluarkan secara kasar. "Jadi 'kan dosen kasih tugas penelitian gitu, tugasnya tuh kelompok. Lo tahu 'kan yang namanya kelompok pasti gak sendiri?"

Sita berdesis. "Bocah tk juga tau kalo kelompok pasti banyak orang."

"Jangan skip cerita gue," omel Sella yang matanya mulai berkaca-kaca lagi. "Nah kelompok gue pilih penelitian tentang proses jual beli. Kita berenam dan gue dipasangin sama Rendi. Lo pasti inget Rendi 'kan?"

Singgah [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang