EMPAT PULUH SATU

131 10 0
                                        

Happy Reading!

Kembali pada semula, saat malam tiba Sita dan Andini akan bergegas menuju gedung lapangan futsal berada. Menjaga warung kombi yang sudah lama tak dikunjungi. Andini yang sibuk dengan tontonan di laptopnya serta Sita yang kerepotan melayani pelanggan.

Jika biasanya saat pertandingan dimulai, Sita akan ikut duduk disamping sang Adik untuk menyaksikan bagaimana wajah penuh keringat Juan, dada bidang yang naik turun mengatur nafas, bahkan garis wajah girang kala ia bersahil mencetak gol.

Namun kemarin tetaplah kemarin, ia tak bisa berubah menjadi hari ini, besok atau pun lusa.

Semua yang sudah terjadi tak akan bisa terulang kembali untuk diperbaiki.

Hidup itu ibarat air. Biarkan mengalir tanpa perduli banyaknya batu yang terus menghadang, yang harus dilakukan hanya nikmati arusnya saja.

Semuanya sudah selesai, walau kata selesai itu pun tidak pernah terdengar atau terucap. Baginya, saat fakta mengatakan bahwa cintanya saat itu salah, disaat itu pula Sita menekankan pada hatinya bahwa apa yang terjadi hari kemarin sudah usai.

"Woi malah ngelamun," ucap Anton duduk dipintu mobil. "Bikinin gue kopi," tambahnya.

Sita bedecih namun tak urung mengikuti apa yang Anton perintahkan. "Mau nyebat 'kan lo?" tebak gadis itu.

"Hm, tapi aman gak ya kalo nyebat di sini?" tanyanya menengok kanan-kiri memastikan apakah ada orang yang bisa berpotensi menghambat kegiatannya.

Sita tersenyum mengejek, menyerahkan kopi hitam dan duduk di samping pemuda itu. "Masih kucing-kucingan sama om Damar?"

Anton menyeruput kopinya setelah ditiupi sesekali. "Legend banget emang papah, anak laki dilarang ngerokok," katanya menurunkan garis wajah.

"Syukur-syukur dia masih perduli," Sita menoyor kepala Anton. "Itu artinya dia mau lo sehat. Gitu aja gak faham," dia mulai menyibir.

"Ini terakhir kali," Anton merogoh sahu celana jeansnya, mengeluarkan sebungkus tembakau. "Bilang-bilang kalo papah dateng."

Rasanya Sita ingin sekali menampol wajah itu. "Kemaren juga ngomongnya terakhir," cewek itu memilih bangkit. "Rumah gue udah ketutup buat tempat persembunyian lo lagi," katanya meninggalkan pemuda itu sendiri.

Anton tak menanggapi, pemuda itu memilik berkutat dengan ponsel di tangan kanan dan dua jemari kirinya mengapit sebatang rokok. Ibu jarinya sibuk menggulir laman instagram, sampai gerakannya terhenti pada satu postingan.

Pemuda itu bangkit, mendaratkan bokongnya dengan tidak sopan santun disebelah Sita.

Mendapatkan perlakuan tersebut Sita sontak saja terkejut, mendelik karena Anton yang duduk sangat dekat dengannya. "Sanaan ih," Sita mencebik, mendorong tubuh Anton namun tak menghasilkan apa-apa.

"Lo diem," Anton meraih kedua tangan Sita, menahannya agar diam. "Gue cuma mau tanya sesuatu."

Menarik tangannya, Sita sekarang sudah jinak kembali. "Tanya apa?"

Sebelum memulai aksi tanya jawabnya, terlebih dulu Anton membuang putung rokok yang sudah hampir habis ke dalam tempat sampat.

"Lo masih tukar kabar sama Juan?" tanyanya to the point.

Singgah [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang