LIMA PULUH SEMBILAN

121 11 2
                                    

Happy Reading!

Sedari tadi yang Sita lakukan hanya duduk dengan jemari memilin di atas pangkuan. Malam semakin larut, Anton d.k.k sudah terlelap dengan posisi bersandar di dinding.

Tidak ada alasan untuk Sita agar ikut masuk ke dalam alam bawah sadar, gadis itu satu-satunya orang yang masih terjaga. Bahkan Alif yang katanya tak akan membiarkan Sita bergadang pun ikut tidur.

Tatapan penuh harap Sita arahkan pada pintu ugd yang tertutup. Sejak Juan masuk, pintu itu belum sekali pun terbuka selain kerabat dari pasien lain.

"Eugh," Alif melenguh, kedua tangan pemuda itu merentang hingga menyentuk lengan Sita yang membuatnya segera menegakkan tubuh. "Belum tidur?" tanyanya.

Sita menggeleng lemah. "Nggak ngantuk," jawabnya.

Alif tahu sekali bahwa Sita berbohong. Terlihat dari kantung mata yang mulai membengkak menandakan bahwa gadis berjaket itu tengah menahan kantuk.

Si pemilik lesung pipi menarik kepala Sita agar bersandar di bahunya. Sita sempat menolak, namun dengan kegigihan Alif akhirnya Sita pun menurut.

"Katanya pundak gue enak buat sandaran," kata Alif di tengah sepi lorong rumah sakit.

Sita sedikit mendongak, menaikkan alis. "Kata siapa?"

"Mamah gue. Yakali kata doi, orang pacaran aja belum pernah," Alif terkekeh dengan ucapannya.

Mendengarnya membuat Sita tertarik untuk menegakkan tubuh. "Serius belum pernah pacaran?" tanyanya heboh.

Terkekeh, Alif menarik lagi kepala Sita untuk bersandar. "Emang menurun lo muka alim kayak gue ada tampang-tampang fakboy-nya."

"Dih," Sita berdecih. "Bukan karna gak ada yang naksir?"

"Gak dong, salah besar," sangkalnya. "Gue mau jomlo sampe pelaminan," lanjutnya diakhiri tawa kecil.

Membuat Sita kembali mendongak, ikut tertawa lengkap dengan geblakan di paha pria itu. "Gaya lo."

"Tapi itu prinsip gue dulu sebelum ketemu lo."

Sita menaikkan satu alisnya, pun dengan bibirnya yang tertarik untuk naik menciptakan senyum kecil. "Kenapa gue?"

"Gak tau, pengen aja lo yang jadi alasannya."

"Apaan cowok kok plinplan," deciknya mulai menutup kelopak mata.

Alif menunduk memandang wajah Sita. "Gue juga heran kenapa macan kayak lo yang jadi alasan buat rubah prinsip gue."

"Macan juga lo naksir juga kan?" tanya Sita dengan mata tertutup.

"Kenapa bisa, ya, gue naksir. Padahal kan, ya, di prancis banyak yang lebih gemoy dari lo."

Sita bergeser lebih mendekat pada Alif. "Cewek kayak gue emang spesies orang yang susah buat dilupain."

Perlahan, entah mendapatkan dorongan dari mana, Alif mengelus pelan surai hitam Sita. "Keren kan tiga tahun tetep ke satu orang?"

"Nggak tuh, lo payah gak bisa move on dari gue."

"Gue ogah move on," Alif semakin pelan mengusap rambut sebahu Sita.

Singgah [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang