TUJUH PULUH EMPAT

379 11 22
                                        

Bacanya pelan-pelan karna ini chapter terpanjang!

Happy Reading!

Sita duduk memeluk lututnya yang ditekuk di bahu jalan. Setelah memberi tahu dimana lokasinya berada, tugas Sita hanya menunggu seseorang itu menjemputnya. Beruntung malam itu Sita mengenakan sweater berwarna army sehingga angin yang berhembus pun tidak terlalu mengusik kulitnya.

Sunyi menyelimuti serta sepi menemani Sita yang semakin memeluk erat lututnya. Sejujurnya Sita sangatlah takut, perihal malam yang semakin larut juga karena dirinya seorang wanita yang berada di luar sendirian. Kemungkinan-kemungkinan yang tidak patut Sita fikirkan pun semakin memenuhi kepalanya.

Kepala Sita bergerak kesana-kemari, sangat menanti kedatangan sosok itu, namun apalah daya, Sita hanya bisa sabar. Hati gadis itu harap cemas, takut jika segerombolan pria nakal mengganggunya.

"Lama banget sih," gerutu gadis itu menggigit ujung kukunya.

Sita menunduk menatap arloji di pergelangan tangan. "Kapan datengnya sih, padahal udah jam sebelas gini," Sita masih menggerutu, semakin dibuat cemas.

Hingga suara derap langkah samar-samar terdengar dan hal itu mampu membuat Sita memutar tubuhnya ke sumber suara. Di sudut tergelap muncul siluet hitam, karena jaraknya cukup jauh dari tempat Sita duduk, mengharuskan gadis itu untuk memiringkan kepala dan memicingkan mata guna memperjelas pandangannya.

Disana, terlihat dua orang pria berbadan tegap muncul, saling bersenda gurau serta melempar lelucon sembari berjalan. Hal tersebut semakin menambah rasa takut serta cemas pada Sita, terlebih saat dua pemuda itu melihat ke arahnya.

"Bro, ada cewek, bro," seru pemuda hidung bertindik mengguncang bahu temannya.

Pemuda yang satunya berambut pirang nampak sumringan. "Mana cewek," sahutnya.

"Itu yang lagi duduk," tunjuk si hidung bertundik.

Si pirang semakin sumringan saja, seolah telah mendapatkan energi. "Gas keun jangan?"

"Hayuk lah."

Sita yang menjadi objek dari dua orang asing itu sontak bangkit dari duduknya, hendak akan mengambil langkah untuk berlari, namun dengan cepat dihadang oleh keduanya.

"Sendirian aja, neng?" Si pirang bertanya.

Sungguh Sita menyesal telah menaiki metro mini jika tahu akan berakhir bertemu pria semacam ini. Gadis itu hanya bisa menunduk sembari menahan gejolak di dadanya karena terlalu takut.

"Malem-malem gini mau kemana, neng? Gak baik loh anal cewek keluar malem," timpal si hidung tindik.

Tali tas selempang menjadi korban dari rasa ketakutan Sita, gadis bersweater itu menunduk dalam bersama keringat dinginnya.

"Kita ajak ngomong kok malah diem," si pirang bersuara lagi.

"Ikut sama kita aja, yuk. Main," ajak yang satunya diakhiri kikikkan.

Sita meneguk saliva kasar, sungguh tidak terfikirkan olehnya bahwa ia bisa berada dalam situasi seperti ini.

"Kalo diem tandanya mau," ucap si pirang cekikikkan.

Singgah [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang