Bagian 6

349 30 2
                                    

Aaarrrrgghh...

Arka mengusap rambutnya frustasi. Malam ini ia tidak bisa tidur nyenyak seperti biasanya. Perkataan Gama berhasil menghantui pikirannya. Apakah sikap setianya menunggu seseorang yang ia cintai untuk kembali adalah sebuah kesalahan? Apakah selama ini sikapnya terlalu berlebihan? Tidak, itu tidak berlebihan.

Tapi kenapa sekarang Arka merasa lelah? Lelah karena penantiannya selama ini tidak membuahkan hasil yang pasti. Arka sudah sering merasa seperti ini, merasa bahwa penantiannya hanya sebuah usaha yang sia-sia. Tapi setelah itu Arka akan kembali yakin dengan dirinya bahwa penantiannya bukanlah usaha yang sia-sia. Arka selalu gagal untuk pergi, selalu ada alasan kembali untuk membuatnya menetap.

Apakah harus Arka kembali membuka hati? Tapi apakah Arka sudah siap? Apakah ada sedikit ruang dihati Arka yang mungkin untuk diisi seseorang?

Pikirin kata-kata gue baik-baik. Gue cuma pengen lo bangkit, Aeera orang yang tepat buat lo, jangan ragu buat buka hati lo kalo lo udah siap.

Aeera? Harus kepada Aeera? Arka ingin tapi kenapa ia ragu? Jantungnya memang selalu berdetak tak karuan saat dekat Aeera, hanya gadis itu yang berhasil membangunkan kembali rasanya yang sudah lama mati. Tapi kenapa ia ragu? Kenapa ia takut tidak bisa membuka hatinya? Kenapa Arka masih ingin menunggunya?

"Ok Aeera, lo yang gue pilih. Gue seneng kalo lo berhasil, tapi kalo sebaliknya jangan salahin gue kalo suatu saat gue nyakitin lo."

***

"Arka bangun ini jam berapa! Kamu mau kesiangan?!" Risa mengguncang tubuh putranya yang masih asik bergelut dengan alam mimpi nya. Arka baru saja bisa tidur beberapa jam yang lalu, saat ini Arka bisa mendengar omelan ibunya, ingin bangun namun matanya benar-benar terasa berat.

"Heh gak akan sekolah apa kamu? Sakit juga engga." Risa menempelkan telapak tangannya pada dahi Arka, dingin-dingin saja tampak normal. Tidak mungkin anaknya ini sakit, pasti semalam ia bergadang lagi.

"Ma, Arka masih ngantuk." Arka berkata dengan mata yang masih tertutup, suaranya pun khas suara orang yang baru bangun tidur.

"Mending bangun sekarang atau mama panggilin papa kamu?" Arka terduduk seketika membuat Risa kaget. Jika sudah mendengar kata papa, Arka sudah tidak ingin menentang apapun lagi. Saat Arka tidak menuruti kedua orang tuanya, langkah yang diambil oleh ayahnya adalah mengambil apa yang telah diberikannya pada Arka.

Seperti terakhir kali saat Arka pulang dengan keadaan mabuk karena stress dengan kepergian masalalunya. Fano memberikan hukuman dengan mencabut semua fasilitas yang ia berikan pada Arka, dan mengusirnya beberapa hari dari rumah. Arka benar-benar kesusahan saat itu, terlebih dengan keadaan hatinya yang tidak baik menjadikan hukuman yang diberikan Fano adalah hukuman terakhir yang tidak ingin Arka alami lagi.

"Nah gitu dong, kenapa gak daritadi mama sebut papa kan gak akan emosi mama." Risa tersenyum penuh kemenangan.

"Udah sekarang mandi abis itu sarapan." Risa meninggalkan Arka yang masih terduduk dikasurnya.

Arka melirik ke arah jam terletak tepat dibelakangnya, masih pukul 05.21. Bagaimana bisa ibunya mengatakan jika Arka akan kesiangan sementara waktu baru menunjukan pukul segini? Dasar ibunya selalu saja begitu. Arka ingin melanjutkan tidurnya namun rasanya tidak mungkin, kepalanya sudah terasa sangat pening karena tidurnya terganggu. Lebih baik sekarang ia mandi, mendinginkan kepalanya dengan guyuran air.

***

"Ra ntar jadikan?"

"Jadi, Gwen langsung kerumah Ara?"

ArkaeeraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang