Bagian 24

239 24 3
                                    

Pekan ujian tengah semester akhirnya selesai. Hari ini adalah hari libur dan Aeera sudah berencana akan pergi ke tempat yang sangat ia rindukan. Aeera tidak berjalan ke halte seperti biasanya untuk menunggu metromini, kali ini Aeera memesan taksi online untuk mengantarnya. Sebelum sampai ke tempat tujuan Aeera meminta berhenti disalah satu toko bunga untuk membeli dua buket bunga, dan juga bunga tabur.

Aeera turun dari taksi setelah membayar dan menyusuri tempat yang cukup sepi ini. "Pak Amir," sapa Aeera pada seorang bapak yang sedang duduk disebuah pos.

"Eh neng tumben baru kesini, mas Rimba nya mana? Gak bareng lagi?" tanya Pak Amir.

Ah ya Rimba. Hari ini untuk kesekian kalinya Aeera pergi kesini tanpa Rimba. Biasanya Rimba akan selalu menemani Aeera pergi ke sini. Namun semuanya sudah berubah, Aeera tidak bisa mengharapkan Rimba untuk menemaninya lagi, apalagi Arka. "Engga Pak lagi marahan," Aeera terkekeh dengan ucapannya. Lalu mengambil sesuatu dari totebag yang ia bawa.

Aeera mengeluarkan bungkusan berwarna putih yang berisi kue coklat yang semalam ia buat. Didalamnya juga ada amplop putih yang berisikan rezeki untuk Pak Amir karena sudah menjaga kebersihan makam kedua orang tuanya. "Nih buat bapak, Ara bikin sendiri loh," Aeera tersenyum bangga sembari memberikan bungkusannya pada Pak Amir.

Pak Amir mengambilnya dan membukanya, "Wah pasti enak ini, yang bikinnya aja cantik." Pak Amir dan Aeera tertawa bersama.

"Eh neng kenapa ngasih bapak lagi, baru juga dua minggu neng." Tanya Pak Amir melihat amplop putih yang ada didalamnya. Aeera memang biasanya akan memberikannya sebulan sekali.

"Rezeki Pak jangan ditolak." Aeera tersenyum tulus.

"Alhamdulillah makasih neng, bapa doain neng panjang umur, sehat selalu, dilimpahkan rezekinya bahagianya ya neng." Pak Amir mengangkat kedua tangannya seperti sedang berdoa.

"Aminn aminn, yaudah Pak Ara ke Ayah Bunda dulu ya."

Aeera melangkahkan kakinya sampai ke dua pusara yang bersebelahan. Pusara yang bersih, Pak Amir merawatnya dengan baik. Aeera duduk diantara kedua pusara tersebut seperti biasanya dan memeluk kedua nisannya seolah sedang melepas rindu yang teramat sangat dalam.

"Yah, Bun maaf ya Ara baru kesini lagi." Aeera meletakkan buket bunga diatas kedua pusara tersebut dan menaburinya dengan bunga dan air yang Aeera bawa dari rumah.

"Yah, Ara ngobrol sama Bunda dulu ya? Masalah perempuan soalnya, Ayah jangan nguping ya!" Hening, tentunya tidak ada yang menanggapi ucapan Aeera.

Aeera menatap pusara ibunya. "Bun, menurut Bunda Kak Arka bakalan sayang sama Ara kaya Ara sayang Kak Arka gak Bun?"

"Menurut Bunda Ara salah gak milih Kak Arka?"

"Ara gak tau kenapa harus Kak Arka yang gantiin dia Bun, waktu pertama-pertama Ara ngerasa Kak Arka punya perasaan yang sama kaya Ara tapi sekarang Ara ngerasa ragu, Ara kenapa ya Bun?"

"Ara suka bingung sama Kak Arka, kadang baik sampe baik banget sama Ara, kadang nyebelin, kadang dingin, kadang nyeremin, ah Ara bingung sebenernya Kak Arka orangnya kaya gimana ya? Terlalu susah ditebak Bun." Tetap hening.

"Ayah barusan nguping Ara sama Bunda lagi ngobrol gak?" Aeera menatap pusara ayahnya menyelidik seolah memang sedang ada ayahnya disana.

"Yah, gimana caranya bikin Rimba gak jauhin Ara lagi? Ayahkan cowok pasti Ayah tau gimana caranya ya?"

"Eh Yah, nanti kalo pacar Ara udah bener-bener sayang sama Ara, nanti Ara ajak ke sini, Ara kenalin sama Ayah, tapi Ayah janji harus ngasih restu buat Ara pacaran sama dia ya?" Aeera selalu datang kemari. Dia juga sering membicarakan tentang Arka. Tapi hanya pada pusara ibunya, pada pusara ayahnya Aeera tidak pernah menyebut nama Arka seolah masih merahasiakan Arka dari ayahnya.

ArkaeeraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang