Bagian 53

233 20 10
                                    

Rangga merebahkan dirinya dikasur. Hari ini cukup melelahkan tapi ia senang. Ia kembali mendudukan dirinya saat pekerja dirumahnya membawakan coklat panas pesanannya. Menikmati coklat panas dimalam hari terlebih saat hujan seperti ini adalah hal yang paling ia sukai.

Alunan lagu favorit dari ponselnya pun menambah kenyamanannya malam ini. Bahagia untuknya cukup sederhana. Bisa menikmati hidup dengan caranya sendiri adalah hal yang terbaik.

Rangga mengumpat dalam hati saat suara lagu diponselnya berganti dengan suara panggilan. Selalu saja ada yang mengganggu kenyamanannya. Apa ini semacam balasan karena ia juga senang mengganggu orang lain?

Nomor tidak dikenal tertera disana. Rangga adalah tipe orang yang tidak sembarang menerima telepon. Meskipun gelar playboy ia sandang, tapi ia tidak pernah memberikan nomornya random kepada orang lain. Jika ia mendekati wanita, maka ia yang meminta nomornya dan menghubunginya lebih dulu.

Ponselnya kembali berdering. Baik, kesabarannya habis sekarang. Entah siapa tapi mungkin penting, karena harus sampai menghubunginya berkali-kali seperti ini.

"Ha-halo Rangga?" Rangga menjauhkan ponsel dari telinganya. Ia seperti mengenal suara wanita ini tapi siapa? Mantan kekasihnya yang mana? Tapi kenapa ia menangis? Apa ia akan meminta pertanggung jawaban padanya? Tapi pertanggung jawaban apa? Ia tidak pernah melakukan apapun.

"Ini gu-gue Thalia. Tolong kesini sekarang, hiks."

"Hah? Kemana? Lo kenapa? Si Arka mana? Kok mintanya sama gue?" tanya Rangga tidak mengerti.

"Ru-rumah sakit, Arka ditusuk begal, gue disini sendiri, tolong Ga." Mata Rangga membola seketika. Ia tidak sedang halusinasi kan?

"Lo jangan bercand-"

"GUE GAK BERCANDA!" Bentak Thalia disebrang sana. Suaranya terdengar frustasi.

"O-okay gue kesana."

Rangga menyimpan ponselnya disaku. Ia masih terdiam ditempatnya. Mencerna apa yang baru saja ia dengar. Ah ia merutuki pikirannya yang sering melambat disaat-saat seperti ini. Ia bingung harus melakukan apa. Sama seperti saat Aeera meneleponnya malam itu.

Ah ya Aeera!

Rangga mengambil kunci mobilnya, kemudian segera pergi ke tempat yang harus ia tuju sekarang.

Rangga menghentikan mobilnya didepan rumah Aeera. Entah apa yang ada dipikirannya. Thalia memintanya untuk segera datang ke rumah sakit, tapi ia justru pergi ke rumah Aeera. Ia tidak mengerti kenapa bisa berpikir serandom ini.

Tangannya bergerak tidak tentu arah mencari payung didalam mobilnya. Ah kenapa disaat sedang dibutuhkan barang-barang itu selalu menghilang? Masa bodoh dengan hujan, ia harus segera memastikan bagaimana keadaan sahabatnya sekarang.

***

Aeera membuka lembar berikutnya dari buku latihan soal untuk olimpiade nanti. Ia sebenarnya tidak ingin mengikuti olimpiade di SMA, tapi pihak sekolah yang memintanya dan mau tidak mau ia harus mengikutinya.

"Diminum dulu susunya neng, jangan terlalu kecapean." Bi Asih meletakkan segelas susu dimeja belajar Aeera.

"Makasih bi," kata Aeera bersamaan dengan suara ketukan pintu dibawah.

"Yaudah bibi kebawah dulu ya, siapa ceunah yang namu lagi hujan gini."

Aeera mengangguk mengiyakan. Hujan turun lebat diluar sana. Orang yang datang kerumahnya pasti memiliki kepentingan. Tapi siapa? Ah sudahlah ia tidak perlu memikirkannya, masih banyak soal yang harus ia kerjakan.

ArkaeeraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang