Bagian 67

450 35 32
                                    

Mimpi buruk itu kembali terjadi padanya untuk kali kedua. Mimpi yang selalu ia cegah agar tidak kembali lagi, namun tetap saja terjadi. Bahkan kali ini ia tidak mencegahnya lagi, tapi ia berperan dalam menciptakannya.

Tubuh yang kini berbaring tentu sudah jauh berbeda dengan apa yang ia lihat sebelumnya. Tubuh gadis kecil dimasa lalunya dalam kondisi yang sama pun memenuhi isi kepalanya. Kondisinya tidak jauh berbeda, tapi ia yakin kali ini lebih buruk.

"Rimba om titip Ara ya?"

Pertahanannya kembali runtuh saat ingatan itu kembali berputar dikepalanya. Mengingatkannya juga pada janji yang ia ambil waktu itu. Janji yang kini terbukti tidak ia tepati.

"Om tau Rimba anak kuat, hebat, pasti bisa jagain anak kesayangan om,"

Ia menundukkan kepalanya sembari menggenggam tangan gadis dihadapannya. Rongga dadanya terasa begitu sesak. Ingatan itu bagai sebuah batu besar yang berhasil menghantamnya, juga menghancurkannya.

Ia menarik napas dalam-dalam. Berusaha menatap gadis yang menutup matanya dengan begitu tenang.

"Raa,"

"Ra lo denger gue kan? Lo denger gue lagi sama kaya dulu kan?"

"Maaf Ra, maafin gue,"

"Gue gak seharusnya biarin lo sendirikan? Gue seharusnya ada disaat lo butuh gue, gue seharusnya jadi satu-satunya orang yang percaya sama lo waktu itu, gue harusnya bantu lo cari jalan keluar, tapi kenapa gue malah bodoh Ra?"

"Lo marah sama gue kan? Makanya sekarang lo nyuekin gue kan? Iya kan Ra? Lo cuma lagi bikin drama biar gue gak nyuekin lo kaya biasa kan? Iya kan? Iya kan Ra?"

Tubuhnya bergetar menahan tangis dan rasa penyesalan yang teramat sangat. Sungguh ia bahkan masih berharap jika semua ini hanya mimpi. Mimpi yang akan menyadarkannya saat ia terbangun nanti. Sungguh, ayo katakan ini mimpi padanya. Katakan bahwa ia belum terlambat.

"Okay, lo mau apa? Mau es krim? Mau jepitan baru? Mau gue temenin nonton oppa lo? Mau kepang kecil-kecil rambut gue? Atau mau apa? Apapun yang lo mau gue pasti turutin, apapun Ra gue janji, lo denger kan?"

"Oh, oh gue tau, lo pasti mau boneka unicorn yang super gede kan? Atau gue pake kostum unicorn ya? Gue belum pernah kabulin permintaan lo yang itu kan? Gue bakal lakuin itu, gue bakal kabulin nanti,"

"Tapi gue mohon bangun, kasih gue kesempatan buat nepatin janji gue ke Om Adhi, buat jagain lo, pastiin lo bahagia, gue mohon Ra, gue mohon.."

"Gue janji, gue gak akan paksain perasaan gue sama lo, gue salah Ra, tapi jangan hukum gue kaya gini, please Ra, bangun.."

Ia menangis dalam diamnya. Merutuki dirinya yang sejak dulu tidak bisa berbuat apa-apa disaat seperti ini. Yang ia lakukan hanya memohon, berjanji, dan akhirnya hanya membual. Mengulangi kesalahannya lagi, dan siklusnya selalu seperti itu.

***

Arka berdiri diantara orang-orang berpakaian serba hitam yang menatapnya tak suka. Isakan demi isakan ramai terdengar. Hanya dirinya satu-satunya yang tidak meneteskan air mata ditempat ini, karena perasaannya seolah mati sekarang.

Gundukan tanah merah dengan bunga diatasnya perlahan mulai ditinggalkan oleh orang-orang. Hanya tinggal ada beberapa orang yang tentunya paling merasa kehilangan.

"Semua ini gara-gara kamu!!"

Arka memejamkan matanya saat seorang wanita membentak dan juga memukul tubuhnya bertubi-tubi. Menumpahkan segala kesedihan pada dirinya.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: May 12, 2021 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

ArkaeeraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang