Bagian 32

212 23 3
                                    

Hari ini adalah hari sabtu, dan tidak ada yang istimewa dengannya selain terbebas dari tugas sekolah. Menonton film sembari menunggu masker yang ia gunakan kering adalah hal yang Aeera lakukan sekarang. Rumahnya terasa sangat sepi pagi ini karena Bi Asih sedang pergi ke pasar. Hanya ada dia dan Boo berdua.

Boo asik memakan camilan yang seharusnya untuk Aeera. Tapi karena Aeera sedang menggunakan masker dan tidak memungkinkan untuk makan, Aeera membiarkan Boo yang memakannya. Boo tidak pernah memilih makanan, asalkan tidak pedas dan membuat perut kenyang Boo akan dengan senang hati memakannya. Itu yang membuat Aeera senang merawat Boo. Tidak rewel.

Tok tok tok

Aeera dan Boo saling menatap saat mendengar suara ketukan di pintu. Ah Bi Asih tidak ada, mau tidak mau Aeera harus turun dan membukakan pintu. Lagipula siapa tamu yang rajin sepagi ini sudah bertamu ke rumahnya? Rimba? Semoga saja, tapi rasanya tidak mungkin untuk sekarang. Jika dulu sudah pasti Rimba.

Aeera menuruni satu persatu anak tangga, Boo mengikutinya dari belakang. Suara ketukan pintu masih terdengar. Aeera mempercepat langkahnya, "Sebentar." Aeera terpaksa membuka suara dan membiarkan masker yang ia gunakan retak agar seseorang diluar sana tidak mengetuk pintu lagi.

"Iy-" Perkataan Aeera terhenti saat melihat siapa yang sekarang berhadapan dengannya. Tatapan mereka bertemu, tatapan yang saling merindu namun saling membisu. Tatapan yang selalu berhasil membuat Aeera jatuh berkali-kali. Tidak, tidak untuk kali ini, tidak boleh lagi.

"Ada apa?" Aeera mencoba menetralkan detak jantungnya. Aeera tidak mengerti kenapa detak itu kembali ada saat mereka kembali bertemu. Ini benar-benar tidak baik.

"Apa kab-"

Meongg..

Boo sudah melingkar-lingkar dikakinya. Boo merindukannya. "Oh hey boy!" Arjuna membawa Boo ke dalam pangkuannya.

"Ini Boo kan?" tanyanya dan diangguki oleh Aeera.

"Seriously? You're so big Boo! She take good care of you, huh?" tanya Arjuna pada Boo. Sementara Boo hanya diam nyaman dipangkuan Arjuna.

"Ada apa?" tanya Aeera sekali lagi karena Arjuna belum menjawab pertanyaannya tadi.

"Eh iya, apa kabar?"

"Baik. Udah?"

Arjuna menghembuskan napasnya. Ia tahu Aeera yang ia temui sekarang tidak akan sama dengan yang Aeera yang dulu. Jika saja keadaannya tidak seperti ini, jika saja tuhan memberinya takdir yang lain mungkin sekarang Aeera masih menjadi miliknya.

Arjuna tahu, sangat tahu, rindunya selama ini berbalas. Ia bisa tahu dari tatapan Aeera yang masih sama seperti dulu. Tatapan yang selalu mudah untuk ia tebak maknanya. Ia tahu sekarang Aeera sedang bergelut dengan pikirannya sendiri. Ia tahu didalam sana tersimpan banyak pertanyaan yang belum siap untuk ia jawab.

Menebak isi pikiran Aeera adalah hal yang mudah untuknya, seolah ialah orang yang paling mengenal Aeera. Selama ini ia pergi sebagai sebuah keharusan, dan sekarang ia kembali sebagai sebuah kewajiban. Ia kembali untuk Aeera, tapi bukan untuk kembali memilikinya.

Arjuna tersenyum ke arah Aeera, "Aku pinjem Boo boleh?"

"Terserah Boo."

"Aku gak akan disuruh masuk dulu?"

"Ar- eh Juna, please jangan gini." Aeera tidak tahu apa maksud dari kembalinya Arjuna. Terlalu banyak pertanyaan dipikirannya yang bahkan belum terjawab satu pun. Aeera ingin, sangat ingin memeluk Arjuna sekarang jika semuanya masih sama. Dikatakan tidak pun, rindu itu memang ada. Dikatakan tidak pun, Arjuna pernah menjadi pusat semestanya.

ArkaeeraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang