Bagian 16

257 23 4
                                    

Aeera tersenyum sendiri saat mobil Arka sudah mulai menghilang dari pandangannya. Diciumnya wangi bunga yang kini ada dalam genggamannya. Kilasan kejadian beberapa waktu yang lalu sukses membuat pipinya kembali merona. Aeera berjalan ke dalam rumah dengan perasaan yang sudah lama tidak ia rasakan, perasaan yang membuatnya seolah ingin hidup selamanya.

"Rimbaaa," pekik Aeera. Suaranya tidak terlalu keras karena ia sudah melihat Elang yang tertidur pulas.

"Sebentar-sebentar mata lo Ra, udah mau tengah malem baru balik." Cibir Rimba.

"Ihh jangan marah gitu dong, tebak barusan Ara habis apa?" tanya Aeera kegirangan.

"Gak tau," Rimba mengangkat bahunya acuh, berpura-pura tidak mengerti. Padahal hatinya benar-benar terasa hancur sekarang, terlebih saat melihat bunga digenggaman Aeera. Rimba tahu mimpi buruknya sudah menjadi kenyataan.

"Ihh tebakk," rengek Aeera.

"Males, gue lagi nonton." Tatapan Rimba berusaha fokus pada layar dihadapannya. Berusaha menyembunyikan perasaannya yang ingin melampiaskan sedihnya terhadap sesuatu.

"Yaudah deh Ara kasih tahu," Aeera menjeda kalimatnya, perasaannya sangat berbunga-bunga seolah ada banyak kupu-kupu berterbangan dalam perutnya, "Ara abis ditembak sama Arka! Kita udah jadian." Kata Aeera dengan wajah penuh kegembiraan.

Rimba mematung, rasanya seperti ada petir yang baru saja menyambar dirinya. Mimpi buruknya benar-benar terjadi, Aeera akan hilang lagi darinya. Ini bukan pertama kali ia merasakan patah ketika Aeera memiliki kekasih, tapi entah mengapa kali ini rasanya benar-benar berbeda. Rimba merasa akan kehilangan Aeera sepenuhnya. Gadis itu tidak bisa lagi menghiasi harinya seperti biasa.

Matanya terasa memanas, tangannya mengepal, ia harus bisa menahan dirinya. Aeera sudah menentukan pilihannya. Salahnya sendiri tidak pernah berani mengungkapkan. Karena yang menunggu memang akan kalah dengan yang mengungkapkan bukan?

"Lo harus jajanin gue berarti." Akhirnya kalimat itu berhasil keluar dari mulut Rimba.

Aeera mengangguk antusias, "Ok!, Rimba mau apa aja Ara beliin!"

Aeera refleks memeluk tangan Rimba. Hal yang memang biasa Aeera lakukan ketika merasa bahagia. Rimba menarik napasnya dalam-dalam. Cintanya kepada Aeera hanya sebatas menjaga bukan memiliki.

"Gue seneng Ra lo udah bisa moveon, gue harap si Arka emang yang terbaik buat lo. Sekarang lo udah nemuin lagi bahagia lo, jadi lo harus janji sama gue gak boleh sedih lagi ya?" Rimba tersenyum menatap Aeera. Hatinya benar-benar sakit sekarang, nafasnya terasa begitu sesak. Begitu juga dengan Aeera, entah kenapa hatinya merasa sakit mendengar ucapan Rimba membuatnya ingin menangis.

"Iya Ara janji, tapi Rimba tetep jadi sahabat Ara kan?"

Rimba mengangguk, "Kemarin, hari ini, besok, lusa, sampe kapan pun itu gue tetep sahabat lo."

"Iya gue cuma sebatas sahabat buat lo, gak lebih." Batinnya.

"Makasih." Aeera memeluk Rimba sekarang. Entahlah, rasanya Aeera ingin menangis dalam pelukan Rimba. Dalam pelukan sahabatnya yang selama ini selalu ada untuknya kala ia senang atau sedih.

Rimba membalas pelukan Aeera dan mengelus rambutnya. Benda bening itu akhirnya tidak bisa ia tahan lagi, tapi secepat mungkin Rimba menghapusnya. Aeera tidak boleh tahu perasaan yang ia miliki untuknya, perasaan yang lebih dari seorang sahabat.

"Gue bakal tetep jagain lo Ra." Janjinya dalam hati.

***

"Aaaa..." Aeera meminta Arka untuk membuka mulutnya dan menerima suapan icecream darinya.

ArkaeeraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang