"Raa," Gwen mengetuk pintu yang Aeera kunci dari dalam. Ia benar-benar tidak habis pikir dengan apa yang Rimba lakukan. Jika memang harus membuat Aeera mengerti, caranya tidak seperti itu.
"Neng, buka pintunya neng." Bi Asih juga mengetuk pintu sejak tadi. Ia khawatir Aeera akan melakukan hal-hal yang membahayakan dirinya saat dirinya merasa bersalah dan tertekan.
"Kak Ara kenapa? Maaf kalo Elang bikin Kak Ara sedih," Elang yang tidak mengerti ikut membujuk Aeera. Aeera sudah seperti kakaknya sendiri, ia menyayangi Aeera sama seperti ia menyayangi Rimba.
Aeera mencoba meredakan tangisnya tapi tetap tidak bisa. Ia terus menerus menyalahkan dirinya akan apa yang terjadi sekarang. Ia bahkan tidak menghiraukan Gwen dan Bi Asih yang sedaritadi mengetuk pintu. Ia hanya ingin mengulang waktu dan memperbaiki semuanya.
Antensinya teralihkan pada suara yang ia dengar dari luar. Dengan air mata yang menetes ia mendekat ke sumber suara yang terhalangi oleh tembok dengan dirinya. Aeera membekap mulut dengan kedua tangannya. Ia mendengar semuanya. Pengakuan Rimba, pengakuan Jonathan ia mendengarnya dengan jelas.
Rasa bersalah semakin menyelimutinya. Ia selalu menampik hal yang mengatakan jika persahabatan antara perempuan dan laki-laki tidak mungkin tidak melibatkan perasaan. Selama ini ia tidak pernah mengetahui kebenarannya, tentang rasa Rimba, tentang rasa Jonathan. Ia tidak pernah menyangka jika mereka merasakan hal itu padanya.
Ini salahnya. Ia juga pernah merasakan hal yang sama entah itu pada Rimba atau Jonathan. Tapi ia selalu membunuhnya. Ia tidak pernah menyadari dan menghargai perasaan orang-orang terdekatnya. Ia hanya memikirkan perasaannya dan mencari tempat bahagia baru tanpa sadar orang-orang terdekatnya sudah menyiapkan itu untuknya.
Aeera memegang dadanya, sakit yang begitu hebat ia rasakan. Napasnya terengah-engah, oksigen disekitarnya kembali menipis. Lagi-lagi ia harus seperti ini disaat-saat seperti ini. Ruangan yang semula temaram sekarang gelap sepenuhnya.
"Ra!" Sekarang Arjuna yang mengetuk pintu dengan tidak sabaran. Perasaan sudah sangat tidak enak.
"Kunci cadangan gak ada Bi?" tanya Jonathan pada Bi Asih.
"Engga den, cuma satu."
"Dobrak Jun." Putus Jonathan dan diangguki oleh Arjuna.
Brakk..
Setelah mencoba beberapa kali akhirnya pintu terbuka dan langsung menampilkan Aeera yang sudah tidak sadarkan diri dilantai. Jonathan dan Arjuna berlari lebih dulu ke arah Aeera.
"Siapin mobil Jun." Titah Jonathan lalu mengangkat tubuh Aeera ke dalam pangkuannya.
Gwen benar-benar ingin mencakar Rimba sekarang, mencakar, memukul atau apapun itu yang bisa meluapkan rasa kesalnya pada Rimba. Rimba bodoh malam ini, benar-benar bodoh.
"Kak Ara kenapa?" Elang mulai menangis melihat Aeera yang tidak sadarkan diri dan orang-orang disekitarnya panik.
"Bi, bibi dirumah dulu. Biar Gwen, Juna sama Nathan yang ke rumah sakit ya." Kata Gwen pada Bi Asih sembari membawa tasnya lalu pergi menyusul yang lainnya.
"Kak Ara kenapa Bi?" tanya Elang pada Bi Asih.
Bi Asih menghapus air mata dipipinya, "Nggak apa-apa, doain Kak Ara nya ya?"
***
"Ada apa? Kenapa bisa seperti ini?" Tanya Leo pada Arjuna, Jonathan dan Gwen saat ia sudah selesai menangani Aeera.
"Someone was explaining it to her in the wrong way." Jawab Jonathan.
"Rimba mana?" Tanya Leo. Rimba adalah orang yang dia percaya untuk mengatakan kondisi Aeera.

KAMU SEDANG MEMBACA
Arkaeera
Teen FictionArka si lelaki tampan namun dingin yang terjebak masa lalunya. Dan Aeera gadis cantik yang berusaha menempati ruang dihati Arka. Apakah dengan 3 kartu permintaan bisa membuat Arka terlepas dari belengggu masa lalunya? *** Cerita ini hanya fiktif bel...