"Ra, bangun." Arka menepuk pipi Aeera pelan hingga mata gadis itu perlahan kembali terbuka.
"Em udah nyampe ya? Maaf ya Ara malah tidur." Aeera mengucek kedua matanya dengan tangan. Khas orang bangun tidur.
"Nggak apa-apa, gue anter sampe dalem ya?"
Aeera menggeleng, "Ara nggak apa-apa kok. Kakak pulang aja, ntar keburu gelap ya?"
"Serius?"
"Iya, deket juga tinggal masuk ke dalem aja kan?" Aeera tersenyum ke arah Arka, mencoba menghilangkan kekhawatiran dalam diri Arka untuknya.
"Yaudah langsung mandi, makan lagi, terus istirahat. Gue gak mau lo sakit."
Senyum Aeera semakin mengembang. "Iya bawel, Ara turun ya. Hati-hati dijalannya jangan ngebut! See you."
"See you too."
Aeera menatap mobil Arka yang perlahan menjauh sembari melambaikan tangannya. Setelah mobil Arka benar-benar tidak terlihat lagi Aeera segera masuk ke dalam rumahnya. Ia harus segera meminum obatnya. Jangan sampai kondisinya menurun dan ia tidak bisa ikut camping nanti.
Suara isak tangis menyambut kedatangan Aeera. Bi Asih ada disana dengan tas disampingnya dan ponsel digenggamannya. Matanya terlihat sembab, Aeera tidak tahu selama apa Bi Asih menangis dan karena apa.
"Bi, bibi kenapa?" tanya Aeera cemas.
"Kang Asep tadi siang masuk rumah sakit neng, sekarang kritis." Bi Asih menutup wajahnya dengan kedua tangan menahan sedih yang ia rasa. Hanya tinggal kakaknya yang Bi Asih miliki sekarang, maka saat mendengar berita seperti ini hatinya terasa sangat hancur.
Aeera memeluk Bi Asih hangat. Ia mengerti bagaimana perasaan Bi Asih sekarang. Tapi ia tidak bisa berbuat apapun selain memeluknya, berusaha memberinya ketenangan.
"Bibi mau izin pulang dulu ya neng?" Kata Bi Asih masih sibuk menahan tangisannya.
Aeera mengangguk sembari mengelus punggung Bi Asih. "Bibi padahal gak usah nunggu Ara pulang, bibi kan bisa telepon Ara aja." Aeera merasa bersalah sekarang. Berita buruk ini pasti sudah Bi Asih denger sejak siang, namun Bi Asih tidak bisa langsung pergi karena dirinya tidak ada dirumah.
Bi Asih mendongkak dan menatap Aeera. "Allahuakbar neng kenapa? Kambuh lagi?" Sekarang Bi Asih yang dibuat panik karena bercak darah pada baju Aeera.
"Engga Bi, Ara kecapean aja. Jadi bibi mau berangkat kapan? Ara transfer aja uangnya ya?" Aeera mengalihkan topik pembicaraan, ia tidak ingin Bi Asih mengkhawatirkannya.
Bi Asih menggeleng. "Bibi gak mungkin ninggalin neng dalam kondisi gini. Bibi gamau neng kenapa-kenapa."
Aeera menggenggam kedua tangan Bi Asih dan tersenyum. "Bi, bibi percaya sama Ara. Ara pasti baik-baik aja, Ara udah gede bibi gak usah khawatir. Ada Rimba sama keluarganya juga Ara gak akan sendiri, Ara juga bisa minta Gwen nginep disini. Bibi jangan khawatirin Ara, Pak Asep pasti lebih butuhin bibi kan?"
Tangis Bi Asih kembali pecah. Pilihan yang sulit untuk meninggalkan Aeera dalam keadaan seperti ini. Bi Asih takut terjadi satu hal yang tidak diinginkan pada Aeera saat dirinya tidak ada. Bi Asih takut tidak bisa menjaga amanah yang diberikan kedua orangtua Aeera padanya.
"Neng, bibi takut neng kenapa-"
"Gak akan bi, bibi percaya ya sama Ara?"
Setelah cukup lama berusaha meyakinkan Bi Asih akhirnya Aeera berhasil. Bi Asih tidak lagi ragu meninggalkannya dirumah sendiri. Ini bukan pertama kali, setiap kali Bi Asih harus pulang ke kampungnya pasti akan selalu seperti ini. Sebenarnya Bi Asih tidak ingin meninggalkan Aeera, hanya saja membawanya pun tidak akan mungkin.
KAMU SEDANG MEMBACA
Arkaeera
Teen FictionArka si lelaki tampan namun dingin yang terjebak masa lalunya. Dan Aeera gadis cantik yang berusaha menempati ruang dihati Arka. Apakah dengan 3 kartu permintaan bisa membuat Arka terlepas dari belengggu masa lalunya? *** Cerita ini hanya fiktif bel...