"Kak Al," lirih Aeera membangunkan Alger yang tertidur disampingnya.
"Ah so sorry gue ketiduran. Ada yang sakit?"
Aeera menggeleng lemah. "Kakak yang-aw"
"Eh pelan-pelan ngomongnya, sakit ya?"
Aeera mengangguk. "Ka-kak la-gi yang ba-wa Ara ke-sini?" Suara Aeera terdengar sangat pelan. Sebisa mungkin ia menahan gerakan bibirnya agar tidak merasakan sakit saat berbicara.
Alger mengangguk.
"Ke-napa bi-sa?"
"Harusnya gue yang tanya sama lo, kenapa lo bisa ada disana dalam keadaan gitu? Lo bisa kehabisan darah kalo gue telat dateng."
Aeera diam. Kilasan kejadian itu kembali terulang dikepalanya. Bagaimana Arka membentaknya, bagaimana sorot kebencian Arka waktu itu, ucapannya, ia mengingingat semuanya. Semuanya.
"Sorry, lo gak harus jawab pertanyaan gue kok. Don't cry anymore, okay?"
Aeera memejamkan matanya. Tubuhnya bergetar, bayangan itu sungguh buruk untuknya. Bayangan itu benar-benar menamparnya agar menerima kenyataan. Kenyataan bahwa kini Arka sudah bukan miliknya. Sudah tidak ada lagi harapan untuk mendapat balasan cintanya. Semuanya sudah lenyap begitu saja.
"Ra tenang ya? Jangan dipikirin lagi, Lo pasti bisa, percaya sama gue Ra, tenang."
Aeera menggelengkan kepalanya. Tidak ia tidak boleh seperti ini. Alger benar ia harus tenang, ia tidak boleh memikirkan hal ini lagi. Tuhan tolong, jika bisa ia melupakan semua dalam sekejap mata, ia sungguh menginginkannya. Ia ingin melupakan semua hal ini.
"Tarik napas, buang."
Aeera mengikuti apa yang Alger katakan berkali-kali. Sungguh ia bersyukur masih ada Alger disini. Masih ada yang mau menemani dirinya menghadapi hari-hari beratnya.
"Udah mendingan?"
Aeera mengangguk. "Ma-makasih ba-nyak kak."
"Ma-kasih u-dah mau ban-tu Ara disa-at se-mua ning-galin Ara."
Alger tersenyum. "Ini bukan salah lo, gue tau. Percaya sama gue, keadaan gak akan selamanya kaya gini. Lo harus kuat, keadilan buat lo pasti ada, semangat okay?"
Aeera mengangguk. Ia tidak tahu ia bisa menjalaninya atau tidak. Tapi lagi-lagi Alger benar. Ia tidak mungkin menyerah begitu saja hanya karena hal yang sama sekali tidak ia lakukan. Tidak mungkin ia menyerah hanya karena ia gagal mendapatkan perasaan seseorang. Hidupnya terlalu berharga jika harus dikorbankan untuk semua itu.
Dengan atau tanpa Arka hidupnya harus tetap berjalan. Ia tahu prosesnya tidak akan mudah. Tapi ia lebih tahu jika Tuhan tidak akan membiarkan hambanya berjuang sendirian. Biar semua menjauhinya, ia masih memiliki Tuhan untuk menguatkannya.
***
Dua hari sudah ia dirawat intensif dirumah sakit. Kini Aeera sudah bersiap dengan seragam sekolahmya dihadapan cermin. Namun tidak ada senyum disana. Bohong jika perasaannya sekarang baik-baik saja. Tapi ia akan berusaha sekuat mungkin untuk terlihat baik-baik saja.
Pikirannya berputar memikirkan bagaimana caranya menutupi kedua pipi dan dahinya yang lebam, juga perban ditangannya. Sebenarnya ia tidak diperbolehkan pihak rumah sakit untuk pergi ke sekolah setelah diperbolehkan pulang. Ia masih harus beristirahat total dirumah.
Sebentar lagi ia akan menghadapi ujian kenaikan kelasnya. Tidak lucu bukan jika ia tidak naik kelas hanya karena absennya yang buruk?
Ia tahu keadaan sekarang sedang tidak baik. Baik itu tubuh ataupun perasaannya. Tapi untuknya itu bukan alasan untuk dia berhenti mencari ilmu. Biar bagaimanapun pendidikan tetap menjadi hal yang ia utamakan, diatas apapun itu.

KAMU SEDANG MEMBACA
Arkaeera
Teen FictionArka si lelaki tampan namun dingin yang terjebak masa lalunya. Dan Aeera gadis cantik yang berusaha menempati ruang dihati Arka. Apakah dengan 3 kartu permintaan bisa membuat Arka terlepas dari belengggu masa lalunya? *** Cerita ini hanya fiktif bel...