7.

7.6K 577 14
                                    

Aura POV

Siang ini aku sedang jalan-jalan sendiri. Ya meskipun hari ini lumayan panas tapi bodo amat lah.

Entah kemana arah tujuanku, sesekali juga saat melangkah di jalanan ada yang menyapaku. Aku bingung, kenapa bisa aku tidak betah berada disini, padahalkan enak juga disini. Pemandangannya yang indah nan asri, ditambah lagi hamparan sawah yang begitu luasnya, banyak juga para petani yang membajak sawahnya.

Huft lagi-lagi rasa tidak betah menyelimutiku, semenjak Kak Risa bicara padaku waktu itu seketika aku merasa bersalah, benar juga Kakek sama Nenek merasa kesepian apalagi aku ini Cucu yang sebenarnya sangat dirindukan oleh mereka tapi aku malah sebaliknya kepada mereka, maka dari itu aku mencoba untuk melawan rasa tidak betah ku disini untuk tidak mengecewakan Kakek dan Neneku.

"Huft, gimana yaa caranya?," ucapku yang kini sedang berjalan seraya melihat ke bawah. Namun tiba-tiba aku mendengar suara orang berteriak.

"He!! Berhenti!!," teriak orang itu yang pasti dia perempuan karena terdengar lumayan cempreng. Sontak aku langsung berhenti seraya ku dongakan kepala mencari asal suara perempuan yang berteriak tadi, dan gotcha aku melihat perempuan yang lumayan jauh dari tempat aku berdiri sekarang, dia ada disebrang jalan sana dan sedang duduk di atas aspal sambil meringis kesakitan.

"Eh?," ucapku lalu sedikit berlari menghampiri perempuan itu. Sekilas aku menatap pengendara motor yang melaju kencang.

"Kamu gapapa?," ucapku membungkuk dan mengulurkan tangan untuk membantunya berdiri.

"Iyaa gapapa," jawabnya lalu mebalas uluran tanganku.

DEG

Tiba-tiba ada sengatan listrik yang mengalir ditanganku, jantungku tiba-tiba berdetak dengan cepat, tubuhku kaku seketika, dan aku dapat merasakan wajahku yang memerah. Ada apa ini?.

"Eh," ucap kami bersama seraya saling menatap satu sama lain.

Dan aku melihat wajahnya memerah juga, mungkin wajahnya lebih memerah seperti kepiting rebus. Kami cukup lama saling pandang hingga dia yang membuyarkan aksi tatap menatap ini. Lalu dia berdiri dan...

"Emm," ucap nya malu sambil melihat tangannya yang masih aku genggam.

"Eh m-ma-maaf," ucapku seraya melepas genggaman tangan.

"Ada yang luka?," tanyaku memastikan. Dan tak lama aku sudah bisa menebak bagian mana yang terluka. Iya, di bagian tangannya.

"...," Dia belum menjawab. Aku pun mengambil 2 box yang terjatuh tadi.

"A-Aku bantu yaa?," ucapku sedikit gugup untuk memberikan bantuan.

"Eh halo," ucapku lagi seraya melambaikan tangan didepan wajahnya, aku yakin dia sedang melamun.

"Eh ti-tidak usah, saya bisa sendiri," ucapnya gugup dan sudah tidak melamun.

"Bener? Tapi tangan kamu...," ucapku menggantung seraya melihat tangannya yang mengeluarkan darah, meskipun tak banyak.

"I-Iya saya bisa sendiri," ucapnya lagi meyakinkanku.

"O-Oke ini," ucapku seraya memberikan 2 box tadi, akan tetapi ketika box tadi sudah berada ditangannya tiba-tiba boxnya terjatuh lagi.

"Auww!," ucapnya meringis kesakitan.

"Eh kamu gapapa?," tanyaku khawatir.

"Lebih baik kita obati dulu luka ditangan kamu. Rumah kamu dimana?," tanyaku lagi seraya mengambil lagi 2 box yang terjatuh.

"Eh ti-tidak usah," jawabnya menolak.

"Jangan gitu nanti bisa tambah parah, rumah kamu dimana? Biar aku antar," ucapku lagi dan sebisa mungkin aku harus terlihat tenang untuk menutupi rasa degub jantungku.

Dia PutriTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang