Keping 11 : Teleponan

1.4K 186 10
                                    

happy reading

.......................

Usai menatap layar teleponnya dan membaca nama siapa yang tengah menghubunginya, Naya mematung.

Kontak orang itu memang tak dihapusnya. Naya bukan bocah, yang kalau sedang kalap lalu memblokir semua akses. Naya juga bukan remaja labil, yang kalau sedang dalam masalah lalu menutup semua jalan penghubung. Ia hanya membiarkannya begitu saja. Tak peduli. Tak menanggapi.

Peristiwa itu sudah lama, tak lagi dapat tempat dimemori Naya.

Makanya saat ini, saat kontak itu kembali menghubungi, Naya bisa tahu siapa orang yang ada dibaliknya.

Sudah 6 tahun tanpa kabar. Dan pagi ini, disaat hidup Naya sudah seutuhnya berbeda, orang itu kembali menghubunginya.

Sandra sebenarnya tak ingin ikut campur, tapi ia tak tahan tak ikut bersuara saat melihat wajah Naya sarat dengan awan hitam saat ini, akhirnya gadis berambut segi itu bersuara juga, setelah berusaha untuk pura-pura tak tahu, "Kalau kak Nay nggak mau angkat, baiknya jangan diangkat kak."

"Benar kak, jangan angkat." Davin menyahut cepat, ikut berdiri dipihak Sandra.

Naya tak merespon dua karyawannya itu. Tak perlu juga menjelaskan apa-apa pada mereka. Saat ini dada Naya sedang terasa terhimpit. Sesak mendadak.

Naya berdiri, berjalan menuju tangga, naik ke lantai dua toko bunganya.

Disana, dara bermata jeli itu terduduk tak bertenaga. Tepat diantara tumpukan kardus dan pot bunga plastik. Dering pada telepon genggamnya masih berlanjut. Nampaknya, orang yang menghubungi Naya masih belum menyerah.

Apa salahnya mengangkat panggilan telepon? Toh itu hanya pangilan. Tapi Naya tetap tak bisa meyakinkan hatinya untuk mengangkat panggilan itu. Berat saja terasa. Seolah luka lama kembali dipaksa menganga.

....

Dilantai bawah saat ini, Sandra dan Davin blingsatan.

"Bagaimana kalau ternyata si tanpa hati itu yang nelepon?" Sandra panik.

"Bukan bagaimana lagi. Itu sudah jelas malah..... sudah jelas dia yang menghubungi." Davin menimpali.

"Lalu, apa yang harus kita lakukan sekarang, Vin?" Sandra bertanya sambil mondar mandir.

"Bang Izzu!" Davin melotot kearah Sandra, "Hubungi bang Izzu!!!" Davin mengeluarkan ide dadakannya, "Tidak ada cara terbaik selain yang itu."

Awalnya Sandra tak berpikiran sampai sejauh itu, tapi setelah mendengar apa yang Davin katakan, ia segera berlari mengambil telepon pintarnya di dalam laci meja. Tak ada salahnya kan mencoba ide yang Davin kemukakan? Lagian ide pria itu gratis. Nggak perlu ada cicilan bulanan.

Cepat, gadis berambut segi itu membuka telepon pintarnya. Lalu........cengo.

"Kenapa? Hubungi cepat!" Davin mendesak, "Kok malah diem aja?"

"Aku nggak punya nomor bang Izzu." Sandra menjawab polos.

Gantian, kini Davin yang cengo.

Namun, tak lama, otak lelaki berhidung bangir itu kembali bekerja, "Minta pada ibu. Tak mungkin ibunya kak Nay tak punya kan?"

Sandra mengangguk. Seolah mengerti. dan langsung menghubungi ibunya Naya.

Bicara beberapa saat pada Dinar, Sandra dapatkan nomor kontak Izzu.

Saat gadis ceria itu hendak menekan tombol panggil untuk menghubungi Izzu. Seketika Davin berteriak menghentikan aktivitas Sandra, "TUNGGU DULU!"

"Apalagi sih Vinnnn?" Sandra gemes.

ZuNayaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang