(A Thousand Years : Christina Perri)
and all along I believed, I would find You
time has brought your heart to me, I have loved You
for a thousand years
I'll love You for a thousand more
happy reading
.........................
Naya, entah mengapa merasakan sesak dalam dadanya. Surat warisan? Ayolah, mana mungkin. Ibunya tak pernah berkata apa pun tentang harta dan sebagainya selama ini. Lagian Naya anak satu-satunya, warisan apa yang tak ia dapatkan bulat dari kedua orang tuanya? Tentu saja ia dapat semua yang ditinggalkan tanpa perlu rebutan dengan yang lain dan tanpa perlu ada surat penyerahan apa pun.
Tak mungkin warisan. Naya menepis pikirannya tentang itu.
Kalau bukan, lalu apakah surat wasiat? Wasiat apa yang sang bunda tinggalkan untuknya? Pesan rahasia? Petunjuk misterius? Ayolah, ibunya bukan Dumbledore dan tak pernah akan menjadi Dumbledore, itu hanya tokoh fiksi.
Naya menggeleng pelan. Tangannya masih bergetar. Memperbaiki posisi duduknya. Tadi dengan kaki menjuntai di pinggir ranjang. Sekarang sang dara melipat kakinya, lupa dengan foto tertelungkup yang ada di lantai.
Mata Naya mengunci fokusnya untuk kertas yang ada digenggamannya kini.
Kertas itu bewarna putih, layaknya kertas biasa. Terlipat empat simetris, beraroma kenanga kering. Wangi bunga kesukaan sang bunda.
Naya menggerakkan jemarinya membuka kertas itu. Namun saat lipatan terakhir hampir terbuka, ketika kertas itu hendak menampakkan tulisan yang berbaris rapi di atasnya, telepon pintar Naya berdering. Dan perhatian sang dara pun segera terpecah.
Naya meletakkan surat itu sembarangan di atas kasur, segera mengambil telepon pintarnya yang tergeletak di atas nakas.
Izzu memanggilnya.
Naya mendadak merinding. Sang ustad tak pernah melakukan panggilan telepon saat sedang mengajar. Apakah sesuatu terjadi padanya?
Tak perlu menunggu deringan selanjutnya, Naya langsung mengangkat panggilan dari Izzu.
"Assalamu'alaikum, saay...eh Naya." Suara Izzu terdengar ragu dari seberang sana.
"Lo kenapa nelepon tad? Ada apa? Lo baik-baik aja 'kan? Sesuatu terjadi ama lo?" Naya menyerobot tanpa basa-basi.
"Jawab salam dulu, Nay. Hukumnya wajib." Izzu menimpali. Suaranya terdengar mulai santai seperti tanpa beban.
"Oh.. ya... wa'alaikumsalam." Naya menghela napas panjang, "ada apa nelepon?"
"Nggak boleh kalau aku menelepon istriku, ha? Kenapa bertanya curiga seperti itu?" Izzu menimpali cepat, terdengar tawa renyah dari seberang sana.
"Lo bikin perasaan gue ngerih, Tad. Nelepon mendadak, gue takut denger kabar yang nggak-nggak." Naya berkata jujur.
Terdengar helaan napas Izzu yang perlahan dan berat, "hari ini aku izin tak kembali ke rumah, Nay."
"Kenapa?" Naya bertanya sambil menggigit jari telunjuknya, sebenarnya tak terima kalau si tampan tak balik ke rumah. Perasaan tak enaknya ternyata benar.
"Ada rapat besar, sepertinya akan sampai tengah malam. Pemilihan wakil ketua yayasan dan perombakan struktur pengajar. Aku takut kalau tak mengabarimu, kamu akan menungguku sampai larut." Izzu menjawab. Suaranya mulai terdengar agak tak santai. Entah apa yang sedang ditahan si ustad.
KAMU SEDANG MEMBACA
ZuNaya
Humor[CERITA KE 1] Follow biar Teman bisa baca semua chapter 🤗 🔥kategori : baper stadium akhir🔥 Naya's scene : - Lo orangnya ribet ya Zu! Ngomong irit. Otak gue mesti kerja keras setiap lo ngomong. - Nggak usah sok baik. - Iya pak ustad, serah lo aja...