happy reading
.......................
Tetap dengan prinsipnya, Izzu masih menggendong Naya tanpa peduli apa pun. Sedangkan Naya, usai mendengar bisikan maut Izzu barusan, ia tak bisa lagi memprotes apa-apa. Itu sudah cukup menjadi tiket legal yang menyatakan bahwa dunia hanya milik mereka berdua. Yang lain mah... invisible.
Perjalan dari pemakaman menuju rumah memakan waktu sekitar sepuluh menit jika berjalan menggunakan kecepatan rata-rata. Dan dua puluh lima menit jika berjalan dengan kecepatan siput. Maka Izzu, demi menerobos aturan waktu itu, demi menghilangkan semua tatapan aneh yang tertuju padanya dan Naya, ia berjalan seperti berlari. Memegang pinggang dara itu erat, dan meninggalkan orang-orang jauh di belakang.
Tapi entah didetik keberapa, Naya kembali merasa tak enak hati. "Izzu....ustad Izzu... tad..." Naya berkata serak tepat di depan telinga si tampan, "turunin aja gue ya, plisss. Malu, Tad. Maluuu."
"Tidak." Izzu menjawab cepat dengan nada suara yang dingin sambil menambah kekuatan pada genggamannya dipinggang Naya.
"Gue nggak kenapa-napa. Justru digendong gini malah kelihatan aneh, Tad." Naya masih berusaha membujuk ustad kesayangannya itu.
"Jika kamu turun, maka aku akan menciummu di depan banyak orang. Di tengah jalan ini." Izzu mengancam.
"Nggak percaya gue. Mana mungkin lo bakalan mempertaruhkan harga diri lo, Tad." Naya menantang.
"Jangankan harga diri, demimu, nyawa pun bukan masalah jika harus kupertaruhkan." Izzu menerima tantangan.
"Gue nggak percaya." Naya mempertahankan pendapatnya.
"Oke. Siapkan dirimu." Izzu menjawab pasti, lalu mulai melonggarkan genggamannya pada pinggang Naya, bermaksud untuk menurunkan gadis itu.
Melihat betapa seriusnya Izzu, Naya mendadak panik. Ia tersadar seketika, Izzu benar-benar tidak main-main, lelaki tampan itu sepertinya memang hendak melakukan apa yang dikatakannya. Tiba-tiba saja Naya menjilat kata-katanya kembali, "tu-tunggu tad. TAAAD! Ampun gue... gendong aja, gendong aja sampai rumah."
Mendengar permohonan seseorang dalam gendongannya seperti bocah enam tahun meminta diselamatkan dari bianglala yang sedang berputar, Izzu tersenyum tipis. "Jadi?"
"Gendong aja. Gendong sampai rumah." Naya membalas pasrah sambil melingkarkan lengannya ke tengkuk si tampan. Balik merangkul.
Izzu yang mendapati perlakuan seperti itu secara mendadak sedikit terhuyung. Tak menyangka bahwa Naya akan benar-benar seperti bocah. Melingkarkan lengannya dengan erat sambil menyembunyikan wajah malunya.
Mereka berdua berjalan seperti batang pohon dan koalanya. Jika sulit membayangkan bagaimana rupanya, maka tak usah dipaksa. Akan membuat hati nyesek nanti jadinya.
Sandra dan Izza tentu saja sangat-sangat merasa terhibur dengan adegan itu. Kalau mereka tahu akan begini jadinya, mereka mungkin akan mempersiapkan umbul-umbul, stick light, atau poster layaknya tengah menonton bities manggung.
"Kak... kak Sandra... gemoy kak, dua orang itu buat iri saja." Izza bersuara sambil menyamai langkah Sandra yang ada di samping kirinya.
Sandra menoleh pada Izza, nyengir sedikit lalu membalas ucapan adik ipar bossnya itu, "kamu lihat mata kakak, Za!"
Izza patuh, menatap mata Sandra tanpa protes.
"Ada sesuatu yang kamu lihat dimata kakak?" Sandra bertanya pada adik manis di sampingnya itu.
Izza menggeleng.
"Lihat baik-baik, maka kamu akan temukan kobaran api cemburu, dengki, pengen seperti itu juga, nyesek, tak berdaya, tuna asmara yang malang." Sandra berkata jujur.

KAMU SEDANG MEMBACA
ZuNaya
Humor[CERITA KE 1] Follow biar Teman bisa baca semua chapter 🤗 🔥kategori : baper stadium akhir🔥 Naya's scene : - Lo orangnya ribet ya Zu! Ngomong irit. Otak gue mesti kerja keras setiap lo ngomong. - Nggak usah sok baik. - Iya pak ustad, serah lo aja...