Keping 63 : Istriku Itu....

1.4K 141 25
                                    

-terima kasih telah membersamai langkah mereka sejauh ini, teman-

happy reading

......................

Izzu balik menatap belahan jiwanya yang kini tengah berderaian air mata itu. Tangannya kotor, tak mungkin menggunakannya untuk mengusap pipi Naya. Tapi hatinya sangat ingin mengusap deraian air mata itu. Menenangkan perasaan sang nyonya.

Naya, belum sempat Izzu membuka mulutnya untuk bersuara kembali mendekatkan wajah mereka. Mengadu dahi dengan dahi, lalu berkata pelan, "please jangan tinggalin gue ya, Tad."

Naya menahan posisi mereka seperti itu sekitar lima belas detik, Izzu sama sekali tak meronta. Si tampan patuh melakukan apa pun yang sang nyonya pinta. Dan setelah lima belas detik berlalu, Naya melepaskannya sambil menghapus air matanya sendiri.

Melihat Naya menghapus air matanya sendiri, Izzu langsung bersuara, "maaf ya Naya, tanganku kotor. Harusnya aku yang melakukannya untukmu."

Naya tersenyum. Izzunya benar-benar istimewa, tak boleh dibagi pada siapa pun. Benar-benar tak boleh, tapi Naya tetaplah Naya, bicara lembut dan sopan bukan keahliannya, "gue udah nggak pernah skincare-an masa' lo mau nambah ama tangan kotor bekas tanah, ogah ah tad. Bagus kalau lo nggak ngelakuinnya."

Izzu tertawa lebar. Nayanya akan selalu menjadi Nayanya.

"Ngapa duduk di sini sambil komat-kamit? Mau daftar jadi penghuni ni pohon mangga? Latihan wawancara? Iya tad?" Naya bertanya santai sambil mengubah posisi duduknya, tidak lagi menghadap Izzu, melainkan bersebelahan, sama-sama bersandar pada pohon mangga.

"Kamu sendiri mengapa menangis?" Izzu balik bertanya, tak menjawab pertanyaan Naya untuknya.

Naya menghadapkan wajahnya ke samping, ke arah Izzu, "jawab dulu pertanyaan gue, Tad. Sportif dikit laaa!"

"Aku duduk di sini berdoa, agar istriku baik-baik saja saat menghadapi tamunya." Izzu balik menatap Naya, memalingkan wajahnya ke samping, "agar Allah jaga dia dari pikiran anehnya. Karena dia selalu berpikiran yang tidak-tidak kalau berbicara soal Hafsah. Padahal aku sudah berulang kali mengatakan bahwa dia tak akan tergantikan dihatiku. Tidak akan pernah. Tapi istriku itu selalu punya pendapatnya sendiri, keras sendiri dengan prinsipnya. Bahkan aku sampai bingung harus bagaimana lagi menjelaskan padanya."

Naya menelan ludah keringnya. Tenggorokannya sepet mendadak.

"Istriku itu.... aaaaah." Izzu menghela napas panjang, "satu-satunya wanita yang aku ingin Allah izinkan aku untuk menghabiskan hidupku di dunia bersamanya dan Allah kumpulkan di tempat terbaik-Nya kelak juga bersamanya."

Naya tak berkedip sama sekali.

"Istriku itu benar-benar wanita luar biasa. Bersamanya, aku merasa menjadi laki-laki yang sangat beruntung." Izzu menghadapkan kembali wajahnya ke arah depan, "dia wanita yang entah mengapa saat mendengar ucapan terus terangnya aku selalu merasa terhibur, saat melihatnya menangis aku merasa sangat terluka, dan saat mengetahui bahwa dia pergi sebentar dari sisiku, aku sangat rindu luar biasa padanya. Padahal dia cuman pergi ke tokonya, tapi bagiku serasa kami berpisah di dua benua."

Naya benar-benar merasa tenggorokannya tak lagi menerima dorongan ludahnya. Sepet bertambah-tambah sepet.

"Kalau kamu ingin tahu tentang istriku yang barusan aku doakan, yang membuatku komat-kamit duduk di sini dengan gelisah, kamu akan aku perkenalkan dengannya suatu saat nanti, Nay." Izzu menahan senyumnya, "semoga kamu tak pernah iri dengan wanita itu."

"Istri lo keras kepala, Tad?" Naya ikuti arus pembicaraan Izzu.

"Sangat, bahkan benar-benar punya pendapat yang kuat. Aku harus mengalah setiap kali berbicara dengannya." Izzu membalas alur percakapan yang Naya buat.

ZuNayaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang