Keping 42 : Jadi, Poligami?

1.4K 178 61
                                    

happy reading

.......................

Naya tak punya pilihan lain selain membawa masuk dua tamunya itu.

Dengan wajah datar seadanya, Naya mempersilahkan Fatimah dan Riani duduk di sofa ruang tengah, lalu ia berjalan ke dapur mengambilkan dua gelas air untuk tamunya itu.

Suasana bahagia bersama Izzu barusan seolah sirna di telan bumi. Kehadiran Fatimah pagi ini membuat suasana hati Naya hancur tak karuan.

Padahal tadi baru saja bermanis-manis ria dengan si ustad, eh tiba-tiba sekarang badai topan malah datang tanpa izin.

Naya membawa nampan bundar berisi dua gelas air putih, menaruhnya di atas meja sambil menatap lama kearah Fatimah dan Riani. Lalu Naya duduk di sofa seberang tamunya itu. Dan berkata singkat, "Silahkan diminum, Buk."

"Tidak perlu repot-repot, Nak." Fatimah berkata sopan. Lalu mengambil gelas yang disediakan Naya dan meminumnya seteguk, menghormati keramahan tuan rumah.

Suasana hening sejenak sampai Fatimah selesai meletakkan gelasnya, dan bertanya terang-terangan, "Jadi, nak Naya ini benar adiknya Izzu? Di dalam resume kerja yang Izzu kirimkan, dia memang menulis bahwa dia memiliki adik perempuan. Kami juga datang kesini berdasarkan alamat rumah yang Izzu tulis dalam lamaran kerjanya."

"Adik perempuan Izzu itu bernama Izza, Buk." Naya menjawab cepat.

"Terus kamu dan Izzu apa hubungannya? Kenapa ada di rumah ini?" Riani memotong cepat, "bukankah waktu di pesantren kamu bilang kalau kamu dan Izzu itu hanya kenalan baru?"

"Izzu adalah suamiku." Naya merespon tanya Riani yang banyak itu dengan satu fakta mengagetkan.

Seketika suasana ruang tamu itu mendadak mengerihkan.

"Kamu jangan bercanda deh, Nay." Riani berkata sambil menatap wajah Fatimah, memastikan bunda temannya itu baik-baik saja.

"Tidak ada yang bercanda disini." Naya melipat dua tangannya ke dada, "Justru kedatangan kalian berdua yang mencari tahu tentang Izzu-lah yang menurutku sebuah candaan."

Riani memasang wajah tak bersahabat, karena Naya telah lebih dulu memasang wajah itu. Dan Riani melakukannya sebagai respon atas kelakuan Naya. Gadis berjilbab ungu itu menatap Naya dengan tatapan yang aneh dan penuh pertanyaan.

Tapi Naya tak mempedulikannya, Naya adalah orang yang pantang diremehkan. Baginya, kehadiran dua orang ini sangat mengganggu paginya. Walau di dalam lubuk hati terdalam dara bermata jeli itu, dia sangat sedih dan ketakutan. Serasa menggenggam Izzu diantara tebing yang hampir runtuh. Takut terlepas.

"Kamu dan Izzu telah menikah?" Riani melanjutkan penyelidikannya.

"Benar. Dan ini rumah kami." Naya menyahut Riani dengan mengangkat sedikit dagunya.

"Kenapa Izzu tidak menuliskan di resume lamaran kerjanya dipesantren kalau dia telah menikah?" Riani semakin kepo.

"Karena aku yang nyuruh nggak usah buat." Naya membalas dengan dingin.

Riani tak lagi berkata-kata, kali ini gadis berlesung pipi itu menatap Fatimah dengan tatapan pasrah.

"Tak apa, tak apa. Anggap saja kami datang untuk menambah saudara baru." Fatimah yang mengerti pandangan Riani terhadapnya langsung merespon pandangan gadis itu yang duduk disampingnya.

Kemudian Fatimah memutar wajahnya kepada Naya, dan bertanya sopan, "Jika ibuk ingin bertanya sesuatu, apa nak Naya bersedia menjawab?"

"Tergantung pertanyaannya, Buk." Naya menjawab datar.

ZuNayaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang