Keping 13 : Urusan 'Kita'

1.4K 167 11
                                    

happy reading

.........................

Malam ini, demi mengetahui bahwa Naya akan pulang, Izzu mondar-mandir di ruang depan. Gelisah. Setengah gembira, setengah gugup.

Rumah Izzu memang tak gencet dengan dinding rumah tetangga. Berdiri sendiri dikelilingi pagar. Sekitar lima meter jauhnya, baru ada rumah tetangga disebelah kiri. Jadi maklum, kalau Izzu keluar masuk rumah dengan gelisah, tak ada yang tahu. Tak ada yang memperhatikan.

Lelaki tampan itu benar-benar melakukan apa yang tak pernah ia lakukan sebelumnya, membuang-buang waktu.

Bagi Izzu, satu jam menanti Naya pulang serasa satu abad.

Entah kenapa, padahal dia bisa memanfaatkan waktunya itu untuk mempersiapkan bahan ajar besok, mengaji, atau sekedar membaca buku. Tapi, akal sehatnya seolah tertutup kabut gerogi. Linglung tanpa arah. Grasak-grusuk tak jelas.

Ia membuka pintu, berdiri diteras rumah, menatap lurus ke arah luar pagar. Berkacak pinggang.

Wajahnya yang teduh dengan garis mata yang tajam dan pahatan hidung sempurna terlihat tak santai sama sekali. Seolah menyimpan begitu banyak letupan mercon korek api. Tegang.

Izzu membawa kakinya kembali masuk ke rumah, ambil segelas air, duduk dan minum.

Setelah itu ia kembali berdiri, berjalan keluar rumah. Menatap arah luar pagar sekitar dua menitan, lalu masuk lagi ke dalam rumah. Duduk sembarang di sofa, menggoyangkan kaki, tak lama berdiri lagi dan menuju pintu, kembali berjalan ke teras. Begitu terus sampai lebih dari empat puluh kali. Keluar masuk tanpa henti.

Izzu yang tersadar seketika dengan apa yang dilakukannya sangat malu pada diri sendiri, segera lelaki tampan itu beristighfar, lalu bergumam pada dirinya... kau kenapa Zu? Apa yang kau lakukan haa? Sadar Zu! Sadar!

Izzu tak tahu apa yang terjadi pada hatinya kini, mungkin karena memang Naya yang pertama baginya, makanya Izzu benar-benar terlihat seperti bocah kurang pengalaman soal rasa. Kalah telak dengan Dilan.

Kalaulah saja jombloers melihat bagaimana saat ini Izzu sedang mondar-mandir gelisah tak tentu, keluar masuk rumahnya, maka mulut para jomblo pasti akan berdecak tanpa norma,

'Dasar bucin!'

'Orang tampan mah bebas, euy'

'Bucin habis obat nih, butuh pawang kayaknya.'

'Nyebut kang... nyebut... binik sendiri digerogiin'

Dan yang paling fantastis diantara itu adalah,

'Amatiran kalo jatuh cinta, yaaaa gitu jadinya.... ghubluk."

Izzu, mau menenangkan hati seperti apa pun, tetap terasa ada yang mengocok dalam perutnya. Susah untuk tenang.

Izzu, mau berlagak sesantai apa pun, tetap terasa ada yang mengganggu dalam otaknya. Menyita seluruh kesadaran.

Ini tak bisa dibiarkan, tak bisa tak bisa tak bisa! Dengan segera Izzu berlari ke kamar mandi, ambil wudhu', lalu menyembar mushafnya, bermaksud hendak melantunkan beberapa ayat Allah. Demi bisa membunuh rasa aneh yang kini tengah mendera.

Izzu mengaji, di sofa ruang depan. Dengan wajah penuh kedamaian tapi hati serasa terbakar. Dengan tampang anteng bin anteeeng banget tapi perut serasa berdansa.

Hebatnya Al-Qur'an itu, ia benar-benar bekerja untuk orang-orang yang telah bersahabat dan bergantung padanya. Bagaimana tidak? Saat ini semua rasa gelisah, was-was, bingung yang menghantui Izzu, setelah lepas satu ayat melantunkan firman-Nya, seketika lenyap entah kemana. Mujarab memang.

ZuNayaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang