Keping 21 : Hanya Tidak Ikhlas

1.4K 164 10
                                    

happy reading

......................


Saat mendekat kearah Izzu, Naya bingung sejenak. Ia belum pernah menghadapi lelaki yang tak sadarkan diri seumur-umur. Namun, ketika matanya menyaksikan betapa pucatnya wajah Izzu saat ini, Naya cepat-cepat membuang rasa bingungnya. Dengan sisa keberanian yang ada, Naya mengambil bantal di atas ranjang Izzu, lalu menurunkan tubuhnya tepat kedekat Izzu, dan dengan lembut mengangkat kepala lelaki tampan itu, memindahkannya ke atas bantal.

Naya mengabaikan aturannya sendiri tentang 'gue nggak suka nyentuh dan disentuh orang'. Demi bisa menolong Izzu yang tadi telah menolongnya mati-matian.

Saat menyentuh kepala lelaki tampan itu dan memindahkannya ke atas bantal, setengah otak Naya masih bekerja untuk menolak apa yang sedang ia lakukan, tapi setengahnya lagi menggila berteriak 'dia suami lo, masak lo biarin tergeletak gitu aja? Udah Nay.... urus cepet, suami pingsan gitu kok malah diabain'.

Jika malam lalu Izzu masih berusaha memegang kesepakatannya untuk tidak menyentuh Naya saat dara itu sedang kesakitan menahan hentakan di perutnya, maka malam ini, demi melihat Izzu yang terbaring sembarang sambil terpejam, Naya sungguh tak bisa menahan untuk tidak melanggar aturan yang dibuatnya sendiri. Dara bermata jeli itu benar-benar menyentuh Izzu. Dari atas hingga bawah. Membenarkan posisi Izzu, memberinya bantal, lalu patah patah memegang dahi si tampan, dan..... terkejut.

Izzu panas, terasa sangat sangat panas.

Si ustad demam?? Naya bergumam pada dirinya sendiri, lalu tetiba merasa kacau. Demi meyakini apa yang dikhawatirkannya, Naya menyentuh dahi itu sekali lagi, dan tetap saja hasilnya masih sama. Tubuh Izzu terasa sangat panas.

Padahal dari tadi Naya sudah bolak balik memegang kepala lelaki tampan itu, membenarkan posisinya di atas bantal. Hanya saja, karena rasa panik yang tak jelas, ia tak notice dengan hawa panas yang keluar dari tubuh Izzu. Barulah setelah dengan sengaja ia menyentuh dahi lelaki itu, Naya tersadar kalau ternyata suhu tubuh Izzu terasa di atas normal.

Si ustad demam, bagaimana ini? aduuuuh, ya Allah..... Naya bertambah-tambah panik.

Naya mengitari kamar lelaki berwajah teduh itu. Berusaha mencari obat. Tapi, semakin ia mengitari, semakin tak ia temukan apa-apa, apa lagi obat.

Naya bergegas kembali ke kamarnya, meninggalkan Izzu sebentar, mengambil telepon pintarnya, lalu kembali secepat yang ia bisa ke kamar Izzu. Takut meninggalkan lelaki itu terlalu lama.

Naya duduk nemplok dilantai, disamping Izzu yang juga tergeletak dilantai. Untung kepala si tampan sudah dialas bantal oleh Naya. Kalau tidak diberi bantal oleh Naya, lelaki berwajah teduh yang kini tengah memar itu terpejam persis seperti orang yang sedang dibuang istri setelah berdebat hebat, 'pokoknya malam ini... papah tidur di lantai. Mamah nggak mau liat wajah papah.'

Duduk didekat Izzu, dara itu ikut pucat seperti Izzu, karena hanya sendirian menghadapi orang yang sedang tak sadarkan diri, dan parahnya lagi, Naya sama sekali tak berpengalaman tentang hal itu.

Sambil tetap memegang telepon pintarnya, Naya berusaha mencari info tentang penanganan pertama pada orang yang tak sadarkan diri karena demam tinggi. Lincah, jari dara bermata jeli itu berselancar menelusuri lini informasi pada layar telepon pintarnya. Mencari apa yang benar-benar dibutuhkannya.

Kompres dengan air hangat pada bagian dahi, leher dan dada.

Naya melipat alisnya, "Buset, di dada dan leher juga?"

Usahakan tak memakai pakaian tebal dan selimut, biarkan suhu tubuh menyesuaikan suhu ruang.

Naya menggigit jari telunjuknya, perutnya sedikit terkocok saat membaca bagian itu.

ZuNayaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang