Keping 41 : Tamu untuk Izzu

1.3K 159 32
                                    

happy reading

........................

Izzu tahu saat ini Naya sedang tak baik-baik saja, batin gadis itu pasti bergemuruh, tapi si ustad pura-pura tak peduli agar Naya tak canggung. Kemudian kembali mengajak daranya untuk shalat, "Jangan diam aja, Shubuh waktunya singkat. Aku tunggu kamu di lantai bawah ya."

Usai berkata seperti itu, tanpa menatap Naya, Izzu langsung berlalu. Keluar dari kamarnya.

Tapi Naya saat ini, kakinya masih gemetar. Perutnya serasa terisi penuh dengan segala macam prasangka buruk.

Dara bermata jeli itu menatap sekeliling, benar ini kamar Izzu.

Dara bermata jeli itu juga melihat dimana dirinya sedang duduk saat ini, dan benar ini ranjang Izzu.

Dan... dara bermata jeli itu menolehkan wajahnya ke samping, tempat kosong yang tadi Izzu tunjuk dan berkata bahwa ia tidur disana sepanjang malam.

Saat netra Naya menangkap ada bantal kusut yang gencet dengan bantal yang dipakainya, perut Naya semakin menjadi-jadi tak enak. Sepertinya memang bekas ditiduri seseorang.

Tidak sampai disitu saja, saat Naya hendak memaksa tubuhnya turun dari ranjang, sekilas ia mencium aroma embun rumput dipagi hari yang sangat pekat. Tapi tak terlalu dipusingkannya karena ini memang kamar Izzu, jadi wajar aroma itu tercium olehnya.

Lalu Naya membawa tubuhnya menjauh dari ranjang, memungut mukenahnya yang tadi Izzu berikan padanya, meninggalkan kamar itu dan menuju kamar mandi. Sesampainya di kamar mandi, dara itu menggantungkan mukenahnya dan menggulung lengan bajunya untuk ambil wudhu. Tapi anehnya, aroma embun rumput dipagi hari itu tak juga pergi walau kini ia sudah tak lagi di kamar Izzu.

Naya menggunakan kemampuan hidungnya untuk melacak dimana tepatnya aroma itu bersumber, dan saat mengetahuinya, disitulah Naya terkejut tak bersuara. Seluruh bentangan tubuhnya, mulai dari baju bagian depan, lengan kiri dan kanan, bahu, celana, hingga rambutnya menguarkan aroma yang hanya Izzu yang punya.

"Apa-apan ini?" Naya bergumam pada dirinya sendiri sambil menahan merinding ditengkuknya, "Si ustad nggak mungkinkan transfer aroma badannya ke gue? Pakek apa coba? Tapi kok badan gue jadi bau si ustad?"

Naya segera mengambil air dan membilas seluruh lengan serta mukanya. Berharap aroma itu segera pergi.

Waktu Shubuh memang singkat, maka akan sangat mustahil bagi Naya untuk bisa menghilangkan aroma itu dengan cepat sebelum ia bergabung di lantai bawah bersama Izzu. Jika ia ingin menghilangkan aroma itu, maka ia harus mandi. Tapi ia tak mungkin mandi disaat Izzu sudah menunggunya untuk shalat Shubuh berjamaah.

Maka, tanpa membuang waktu lagi, dara bermata jeli itu menghentikan aktivitas membilasnya dan segera mengambil wudhu untuk melaksanakan shalat Shubuh bersama Izzu.

Ia menuju ruang tengah tempat Izzu menunggu dalam keadaan setengah basah. Antara mandi dan tak mandi.

Izzu yang mengamati istrinya datang hanya bisa cengo sesaat, keadaan Naya persis seperti anak TK yang baru saja belajar bagaimana caranya mengambil wudhu, basah tak karu-karuan. Dan Izzu tak bisa menahan bibirnya untuk tak bertanya, "Kamu ngambil wudhunya masuk ke dalam bak mandi, Nay?"

Naya yang sedang mengenakan mukenah dibelakang Izzu, ditanya pertanyaan semacam itu langsung menjawab kesal, "Semua gara-gara lo, Tad!"

"Kenapa aku?" Izzu bertanya heran.

"Udah udah. Shalat shalat." Naya tak mau menjelaskan lebih panjang lagi. Ia sudah berwudhu, berdebat dengan Izzu hanya akan membatalkan wudhunya.

Patuh, si tampan tak lagi bertanya. Ia segera membalik badannya dan langsung memimpin shalat.

ZuNayaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang