happy reading
......................
Tangan duo bucin itu masih saling menggenggam, namun Naya tetap belum beranjak dari duduknya.
Izzu dengan sabar menanti sang dara berdiri.
"Kamu nggak mau kita kesana?" Izzu bertanya sambil menatap wajah kuyu Naya.
Naya tak memberikan jawaban atas pertanyaan Izzu barusan.
"Kalau kamu tak mau, ya sudah. Anggap saja ini selesai." Izzu mengambil jalan tengah.
"Bener lo kesana cuman buat bilang lo gak bakal nerima Hafsah?" Naya mencoba memastikan.
"Benar." Izzu menjawab seribu persen lebih pasti.
"Ntar kalo lo kepincut gimana? Berubah pikiran terus setuju-setuju aja, gue bisa apa?" Naya mengangkat wajahnya dan menatap Izzu dengan mata berbinar, "Izzu... gue takut kalo lo bener-bener nggak lagi ada seutuhnya buat gue."
Mendengar kata-kata Naya barusan, hati Izzu menghangat seluruhnya. Daranya seolah sedang membentangkan pengumuman dengan jelas bahwa dirinya hanya milik sang dara seorang.
Si tampan menahan senyum dibalik wajahnya. Entah mengapa ia merasa bahagia disaat yang tak tepat.
Izzu teringat satu hal, janji yang diucapkannya pada Naya dimalam ketika ia mendekap Naya erat memanglah tak didengar oleh sang dara. Makanya Naya masih merasa ragu dan selalu menganggap Hafsah jauh lebih pantas dibanding dirinya. Walau berkali-kali Izzu telah meyakinkan dara bermata jeli itu bahwa tak ada yang bisa menggantikan dirinya.
"Kalau begitu bawa pisau dalam tasmu." Izzu berkata serius.
"Buat apa?" Naya bertanya sedikit bergidik.
"Nanti ketika aku ternyata tak menepati janjiku, berubah di tengah jalan, menerima Hafsah begitu saja, kamu tusuk aku hingga puas." Izzu berkata dengan enteng setelah berhasil membuat Naya bertanya dengan wajah heran.
Mendengar ucapan Izzu barusan Naya langsung berdiri dari duduknya, lalu menoyor pelan bahu si tampan, "Mulut gampang ngomong sembarang." Lalu berjalan menuju kamar mandi, bersih-bersih wajah. Meninggalkan Izzu dengan wajah menahan senyum.
Ucapan Izzu sudah cukup menjadi bukti bahwa si ustad tak akan pernah melanggar kata-katanya sendiri. Naya tahu seperti apa Izzu. Maka hati dara bermata jeli itu sedikit mulai tenang.
Lima belas menit mengambil waktu untuk mempersiapkan diri, akhirnya Naya keluar dengan memakai baju kaos berlengan panjang, rok bahan dasar katun dan jilbab hitam. Ya, si dara mengenakan jilbab, menutup rambutnya dengan rapi. Padahal Izzu tak ada menyarankannya sama sekali.
"Kok?" Izzu bertanya tertahan.
"Gue akan jaga harga diri suami gue." Naya langsung menjawab tanya tanggung Izzu, seolah ia mengerti bahwa Izzu heran melihatnya memakai jilbab.
Izzu maju dan menghampiri Naya, lalu berkata pelan, "Besok-besok pakai jilbabnya karena Allah ya, Nay."
"Sekarang gue jaga harga diri suami gue karena Allah." Naya menimpali cepat.
Mendengar perkataan terus terang itu, Izzu tak tahu harus merespon apa, ia hanya mengelus pelan pucuk kepala sang dara sambil mengajaknya berjalan menuju mobil.
Setibanya di depan mobil butut Izzu, Naya langsung bersuara, "Jangan bukain pintu buat gue, lo bukan supir dan gue bukan majikan, Tad."
"Terus?" Izzu bertanya menggoda, "kalau bukan supir, lalu apa?"
"Harta berharga gue." Naya pantang kalah digoda.
Setelah itu mereka berdua malu-malu kembali. Duduk hening di dalam mobil untuk beberapa saat. Dan tak saling bersuara, sibuk menahan debar dalam dada masing-masing.
KAMU SEDANG MEMBACA
ZuNaya
Humor[CERITA KE 1] Follow biar Teman bisa baca semua chapter 🤗 🔥kategori : baper stadium akhir🔥 Naya's scene : - Lo orangnya ribet ya Zu! Ngomong irit. Otak gue mesti kerja keras setiap lo ngomong. - Nggak usah sok baik. - Iya pak ustad, serah lo aja...