Keping 33 : Menjemput Permaisuri

1.2K 155 13
                                    

happy reading

........................

Susana diantara Izzu dan Naya sama sekali tak membaik setelah keduanya memilih untuk membatu. Dengan posisi tak saling berhadapan, keduanya tak mengetahui bagaimana tampang masing-masing saat ini.

Bentangan dada Izzu melingkupi utuh punggung Naya. Memberikan dara bermata jeli itu sensasi aneh yang tak bisa ia sampaikan lewat kata-kata. Karena bagi Naya, ini pertama kalinya seorang pria melakukan hal seperti itu padanya. bahkan Ray pun, tak pernah ia izinkan untuk melakukan apa yang tengah Izzu lakukan saat ini.

Naya yang sempat merasakan ada beberapa tetes air menembus lapisan baju dan jilbabnya tak ingin mencari tahu apakah Izzu saat ini tengah menangis atau tidak, walaupun pada awalnya sang dara cukup terkejut merasakan rembesan air itu menyapa kulit bahunya.

Cekatan, Naya menggunakan kakinya untuk menyentak kaki Izzu. Menginjaknya kuat. Membuat Izzu terkejut dan melonggarkan dekapannya.

Kesempatan itu dimanfaatkan oleh Naya untuk melepaskan diri. Tangannya berhasil merenggut lepas tangan Izzu, menghantarkan tubuhnya menjauh dari tubuh Izzu.

Tak membalik badan dan sama sekali tak mau melihat ustad tampannya itu, Naya mengangkat gaunnya setinggi lutut dan berlari sekencang yang ia bisa meninggalkan Izzu diparkiran.

Dasar buaya, yang nangis itu harusnya gue. Kenapa malah dia yang sok sedih? Kan dia seneng ke pesantren, tiap hari ketemu Hafsah. Naya menggerutu dalam pelariannya. Tak menghiraukan teriakan Izzu yang benar-benar hanya mengulang-ulang namanya. Lirih dan menyayat.

Bukan tak mau mengejar atau menahan Naya kembali, Izzu merasa saat ini ia menjadi lelaki paling tak berdaya semuka bumi. Ia baru tahu, ternyata cinta bisa membuat luka yang begitu membingungkan.

Percuma saja ia memaksa Naya kembali kedekapannya, atau mengikatnya pun tetap akan percuma. Karena saat didekat Naya, suara Izzu seolah tercekat. Ia tak mampu menyampaikan sepatah kata pun. Benar-benar tak mampu. Hanya air mata yang menetes jatuh. Tidakkah itu sangat memalukan?

Naya seutuhnya telah menghilang dari pandangan Izzu. Gadis bergaun hijau itu pergi meninggalkan lokasi pesantren tanpa memberi kabar kemana ia akan pergi.

Izzu merasa dunianya yang tadinya baik-baik saja menghitam seketika. Padahal ia juga sedang tak enak hati dengan ucapan Usman barusan, seolah-olah orang lain ingin menikung Naya di depan matanya. Tapi apa? Izzu tak mampu mengabarkan apa yang ia rasa pada Naya.

Seperti ada yang menghantam jantungnya dengan paksa, Izzu kesulitan untuk menjernihkan pikirannya.

Diambilnya telepon pintarnya, bermaksud hendak menghubungi Naya, walau ia tahu, berapa kali pun ia menghubungi Naya, dara bermata jeli itu pasti tak akan pernah mau mengangkat panggilan telepon darinya.

Tapi Izzu tak menyerah, ia tetap mencoba. Meski dipanggilan pertama Naya langsung menolak dan menon-aktifkan smartphone-nya.

Izzu gelagapan. Lelaki tampan yang penuh dengan aura ketawadu'an itu kini sedang berada pada ujung sabarnya. Ia melirik mobil bututnya, tapi ia tahu, mobil itu tak mungkin bisa keluar dari parkiran ini dengan mudah. Semua penuh sesak. Kendaraan tumpang-tindih bergelimpangan.

Tak habis akal, demi bisa mengejar wanita yang dicintainya, Izzu menelepon Davin.

Namun, saat Davin yang sedang asyik memakan permen kapas diacara pekan raya mengangkat panggilan telepon dari Izzu, lelaki berhidung bangir itu terkejut, permen kapas yang dia pegang terjatuh menghantam tanah.

"TEMUI AKU DIPARKIRAN SEKARANG!!" Dari seberang telepon suara Izzu menggelegar. Suara besar yang belum pernah Davin dengar keluar dari bibir lelaki tampan itu sebelumnya.

ZuNayaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang