Keping 59 : Tanpa Tapi

1.2K 148 19
                                    

-terima kasih telah membersamai langkah mereka sejauh ini, teman-

(You are my sunshine)

You are my sunshine, my only sunshine

You make me happy when skies are gray

You'll never know dear, how much I love you

Please don't take my sunshine away

happy reading

.......................

"Udah ya tad..." Naya bersuara pelan, "nanti-nanti kita sambung lagi pelukannya, sekarang sarapan dulu yuk, ntar makanannya keburu dingin."

"Belum puas." Izzu merengek, terus mengekang Naya dalam rangkulannya, sedikit menghentakkan kaki panjangnya. Bagai balita yang tengah merajuk minta dibelikan coklat susu dalam cangkang telur plastik yang ada di dekat kasir kalau ke supermarket.

"Gue cuman milik lo seorang." Tiba-tiba Naya bersuara menggoda, "kapan pun lo mau meluk, tak akan ada yang bisa melarang. Tapi sekarang kita makan dulu ya."

Naya benar-benar telah salah langkah dalam memilih kata. Ia pikir dengan mengeluarkan kalimat itu Izzu akan luluh dan patuh. Nyatanya, kalimat Naya semakin membunuh, membuat Izzu tak rela melepaskan rangkulannya pada tubuh si nyablak. Malah menambah erat kekuatan rangkulannya, empat kali lipat.

Naya terkejut, tak menyangka si ustad akan berubah menjadi peremuk tulang hanya dalam beberapa detik, tapi itu sebenarnya tak sakit sama sekali. Hanya saja cukup membuat napas si nyablak sedikit tertahan. Tapi dengan rangkulan keras Izzu yang seperti itu, Naya seolah mendapat ide brilian, seketika si cantik bersuara, "a-aaw... sakit Zu... tad... tad... pinggang gue sakit. Lepas lepas lepas."

Mendengar nada suara Naya yang seolah benar-benar menahan rasa sakit itu Izzu langsung melepaskan rangkulannya, menatap Naya dengan cemas, "maaf Nay... maaf."

"Sakit tau tad!" Naya masih pura-pura sakit dan itu terlihat begitu nyata.

"Maaf Naya..." Izzu sangat merasa bersalah, "aku tak sengaja, Nay. Abisnya kamu bilang kata-kata seperti itu sih, aku makin geregetan jadinya."

Naya mendecak pelan, "masa' kata-kata gitu doang buat lo geregetan. Itu 'kan cuman kata-kata biasa, Tad."

Izzu menggaruk tengkuknya, tak menyela ucapan Naya. Bagi Izzu, sesuatu seperti 'gue cuman milik lo seorang' adalah kata-kata istimewa. Benar-benar menyentuh jiwa. Walau Naya menganggapnya sebagai kata-kata biasa saja.

"Maaf ya Naya." Izzu kembali memohon pada istrinya.

"Nggak semudah itu Bambang!" Naya memainkan lidahnya.

Izzu membelalak, maklum, Izzu bukan anak gaul plus enam dua, makanya ia tak tahu maksud ucapan sang nyonya.

"Orang yang memaafkan orang lain itu dimata Allah derajatnya mulia lho Nay." Izzu membujuk.

Naya pura-pura tak dengar, langkahnya pasti meninggalkan Izzu menuju meja makan. Izzu padahal di luar sana masih belum selesai mengurus mobil bututnya, tapi melihat Naya dengan respon dingin seperti itu, mobil butut tak lagi penting, membuntuti Naya menjadi satu-satunya pilihan terbaik. Ia harus mendapatkan maaf sang istri. Bagaimana pun caranya.

Izzu mengikuti langkah istrinya.

Naya meletakkan bungkusan sarapan mereka di atas meja, lalu mengambil sendok, piring dan gelas. Izzu di belakang si cantik berjalan pelan mengikuti. Naya mengambil teko air dan menyalin air galon ke dalamnya, Izzu masih ikut di belakang si cantik. Naya mengambil botol kecap dan saus sambal, Izzu juga tetap di belakang si cantik. Terakhir, tanpa sepengetahuan Izzu... Naya membalik tubuhnya tiba-tiba, berkata "baaaa!" dengan suara keras, membuat si ustad langsung terlonjak, terkejut tak kira-kira.

ZuNayaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang