Keping 64 : Pertanyaan Kong Icuy

1.2K 148 28
                                    

-haduuuh, tiada yang bisa daku sampaikan selain cinta dan terima kasih yang banyak karena sudah setia sejauh ini, teman-

happy reading

......................

Setelah zuhur maksud Izzu adalah benar-benar setelah zuhur. Mereka berempat sehabis berberes-beres, shalat, makan siang langsung tancap gas menuju tempat Kong Icuy. Dan Izzu tak suka menunda-nunda sesuatu. Selagi bisa, selagi ada kesempatan, kenapa harus menunggu nanti.

Izzu membawa mobilnya, tentu saja dengan sang nyonya di sampingnya. Sementara Davin dan Sandra mengendarai motor masing-masing, lengkap dengan helm dan jaket melekat pada tubuh mereka. Tiga kendaraan itu berjalan beriringan, Izzu mengikuti dua motor di depannya. Maklum, si ustad belum pernah ke tempat Kong Icuy.

Di dalam mobil Naya teringat sesuatu, saat ia pergi ke puncak sendirian, Kong Icuy penasaran dan ingin bertemu dengan Izzu. Maka saat ini Naya seolah-olah tengah memenuhi janjinya dengan paman tua itu. Membawa Izzu ke puncak.

Naya tak bisa menahan senyum, memamerkan Izzu pada orang banyak adalah kegemarannya akhir-akhir ini.

Izzu yang mendapati si cantik hampir seperti kehabisan obat senyum-senyum sendiri di kaca spion tak bisa untuk tak bertanya, "senang ya pergi ke puncak? Kok senyum-senyum sendiri?"

Naya yang mendengar tanya suaminya itu tiba-tiba malu, berlagak tidak pernah senyum sedari tadi, "nggak kok, nggak senyum. Di mata lo aja kali tad gue bawaannya senyum mulu."

"Bohong." Izzu membalas singkat sambil terus menyetir, melihat arah laju motor Sandra dan Davin. "Kamu tersenyum, Nay."

Naya menghadapkan tubuhnya pada Izzu, "terus kalau gue senyum kenapa?"

"Harusnya kamu iyakan saja, tak perlu bohong. Aku 'kan hanya bertanya." Izzu menimpali cepat.

"Iya gue senyum." Naya akhirnya mengaku.

"Kenapa senyum-senyum sendiri?" Izzu penasaran.

"Kepo." Naya mendengus sebal. "Gue senyum-senyum sendiri kagak ngerepotin lo yang lagi nyetir 'kan?"

"Ngerepotin Nay." Izzu menjawab apa danya.

Naya menarik wajahnya, menatap Izzu heran.

"Senyummu... membuatku sulit konsentrasi menyetir, Nay." Izzu menahan lidahnya sebentar, "rasanya iri saja dengan kaca spion, masa' ia yang kamu senyumin, bukan aku."

Glup! Naya menggeleng pelan, benar-benar tak mengerti apa isi otak suaminya. "Tad, tadi abis shalat, sebelum berangkat udah berdoa apa belum biar otak lo dijernihin?"

Izzu terkekeh pelan, "otakku insyaAllah selama ini selalu jernih Naya. Kehadiranmu yang mengeruhkannya."

"Izzu... apa di mata lo gue ini air comberan ha? Atau ratu bala-bala yang suka ngasih mimpi buruk?" Naya berkata sebal, "hina banget gue ngeruhin pikiran orang."

Izzu memelankan laju mobilnya, karena mereka baru saja melewati jembatan dan sehabis jembatan ada tikungan landai, tapi pembicaraannya dengan Naya masih tetap berlanjut, "kamu mikirnya selalu yang aneh-aneh, Nay. Maksud mengeruhkanku itu adalah kehadiranmu membuat aku sering merasa gamang dan takut. Dulunya aku tak peduli dengan pasangan, cinta, atau apalah itu. Tapi semenjak bersamamu, aku takut kalau semua yang aku tak pedulikan itu pada akhirnya akan hilang, karena saat ini aku benar-benar sangat mempedulikan semua hal itu."

Naya melipat dua lengannya ke dada, "cinta gue sama lo itu karena Allah, Tad. Jadi jangan gamang. Kalau suatu saat rasanya berkurang, insyaAllah akan ada jalan dari Allah buat gue ngembaliin rasa gue ke elo seperti diawal-awal. Karena dijaga langsung ama yang menganugrahi rasa. Hidup berumah tangga ini nggak ada yang bisa jamin besoknya gimana, Tad. Yang penting syukuri aja rasa yang ada saat ini. Gue sayang lo kok, Tad. Cuman elo. Jadi nggak usah gamang."

ZuNayaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang