Keping 3 : Bolehkah Aku Bicara?

2.2K 253 8
                                    

happy reading

........................

Lima belas menit sudah Izzu membiarkan Naya melepaskan beban didadanya dengan menangis. Tanpa mendekatkan jarak dengan gadis itu sesenti pun.

Izzu masih memandangi punggung gadis bermata jeli itu yang sesekali tetap terangkat menahan isak. Tapi Izzu bukanlah siapa-siapanya Naya. Bukan saudara juga teman, bukan kenalan apa lagi orang penting. Maka ia tak bisa memberikan penghiburan sedikitpun, bahkan hanya lewat kata-kata.

Hari ini mereka baru berjumpa, setelah 26 tahun lamanya saling tak mengetahui satu sama lain. Hari ini mereka dipersuakan dalam momen genjatan senjata. Naya mati-matian menolak kehadiran Izzu dalam hidupnya.

Sebagai lelaki, diperlakukan seperti tak ada harga diri oleh seorang gadis sama sekali bukan hal yang baik-baik saja. Jelas itu mengganggu perasaan. Jelas itu merusak ketenangan. Tapi tidak bagi Izzu. Lelaki satu itu lebih hormat pada orang tuanya dari pada apa pun, lebih menghargai permintaan orang tuanya dari pada apa pun. Maka demi uminya dan demi ibu Naya, Izzu berusaha tetap tenang walau Naya sudah berteriak-teriak tak ramah padanya.

Izzu semenjak remaja telah meninggalkan Jakarta, ikut bersama abinya ke Mesir. Menempuh pendidikan di sana, dan berkarir di sana. Izzu baru balik ke Jakarta hari ini. Kata uminya ada urusan penting. Ikut bersama uminya untuk mengurus urusan penting itu.

Bahkan sama seperti Naya, Izzu juga diberi tahu bahwa urusan penting itu adalah perjodohan baru hari ini. Ia terkejut memang, tapi ia tak ingin menetang. Keinginan uminya pasti tak jauh dari kebahagiaannya.

Nampaknya tidak hanya tahu bulat yang digoreng dadakan, akhir-akhir ini perjodohan pun demikian, diselenggarakan secara dadakan.

Naya tak membalik tubuhnya, ia tahu Izzu masih berdiri di belakangnya, tak bersuara. Tapi ia tak bisa menahan untuk tidak bertanya sekali lagi, "Lo nggak bohongkan?"

"Semua yang aku sampaikan benar adanya." Izzu menjawab seketika setelah Naya mengangkat suara untuk pertama kalinya usai menangis.

Mendengar jawaban itu, Naya langsung membalik badan, menatap Izzu dengan mata merahnya yang sembab. Sementara lelaki yang ditatap tak menatap balik, menundukkan wajahnya dalam-dalam.

"Lo beneran nggak mengada-ngadakan?" Naya kembali bicara, kali ini suaranya terdengar sangat serak dan dalam.

Izzu mengangguk.

"Lo berani jamin kata-kata lo?" Naya bertanya sekali lagi.

Izzu kembali mengangguk.

Melihat orang di depannya dengan penampilan alim dan wajah tenang, hati Naya sedikit melembut, entah kenapa ia percaya bahwa Izzu tak mungkin berbohong.

Pelan, gadis itu berjalan ke arah Izzu. Sementara Izzu menahan tubuhnya agar tak bergerak karena takut Naya mengira ia akan menghampirinya balik.

Naya berjalan ke arah Izzu bukan memang benar-benar ingin menghampiri Izzu. Gadis keras kepala itu justru terus berjalan hingga melewati Izzu, melanjutkan langkahnya keluar pintu belakang dan berdiri menghadap ke kolam. Menatap bentangan kolanm itu dengan tatapan nanar ke depan.

Mengetahui Naya melewatinya, Izzu segera membalik badan, dan menyusul gadis itu ke bibir kolam. Berdiri bersebelahan, dengan jarak yang cukup berjauhan.

Saat ini baik Sandra maupun Davin tak datang ke ruang belakang. Mungkin ibu Naya melarang, mencoba memberi waktu untuk Izzu dan Naya menyelesaikan persoalan mereka.

"Apa aku boleh berbicara?" Izzu yang berdiri di samping Naya mencoba mengajak dara itu berkomunikasi.

"Lakuin yang lo mau." Naya menjawab dingin.

ZuNayaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang