Keping 23 : Embun Rumput di Pagi Hari

1.3K 169 12
                                    

happy reading

.........................


Lima menit, keheningan benar-benar menggantung diruang makan itu. Mirna, sang bunda juga tengah menanti kata yang keluar dari mulut Izzu atau pun Naya atas pertanyaan yang Izza lontarkan. Ayolah, Izzu anak pertama bagi Mirna, sudah menikah, terlalu mulukkah bila sang bunda menginginkan kehadiran seorang cucu?

Namun semakin lama menanti, baik Izzu maupun Naya keduanya semakin tak bersuara. Hanya saling tatap bingung. Menelan perasaan masing-masing.

Tak tahan dengan keheningan yang ada, Izza kembali angkat bicara, menatap Naya dan Izzu bergantian, "Kenapa malah diem aja kak Nay? Bang? Izza salah nanya emangnya?"

Izzu dan Naya serentak menggeleng.

"Lalu?" Izza menyudutkan sepasang manusia yang kini sedang duduk di depannya itu tanpa rasa bersalah sedikitpun.

Izzu sudah membuka mulutnya hendak menjawab, namun Naya memotong lebih dulu, "Itu ... ini.... apa namanya... eeee.. bayi kan maksud Izza?"

Izza mengangguk.

Mirna semakin antusias menatap Naya. Ingin tahu jawaban sang dara.

"Eee anu.. ini...eeee apa ya...eee." Naya bingung, ia menarik napas dalam dan menghembuskannya. Menarik lagi, lalu menghembuskannya lagi.

Izza memotong cepat, "Kenapa kak? Kayak wawancara lamar kerja ya? Gugup amat kak Nay. Hehehe, Izza nggak akan makan orang kok." Adik manis Izzu itu masih merasa baik-baik saja dengan pertanyaannya.

"Anak itu amanah Allah, hanya Allah yang tahu kapan waktu yang tepat untuk menitipkan amanah itu pada manusia yang dipilihNya." Izzu membantu Naya.

Naya antara cengo dan heran mendengar jawaban sang ustad. Menelan ludah keringnya. Berusaha menghilangkan kegugupan.

"Umi tahu itu Zu. Izza hanya ingin bertanya, siapa tahu kalian punya kabar bahagia yang belum kalian sampaikan." Mirna menimpali perkataan Izzu.

"Izzu tak akan merahasiakan kabar bahagia apa pun dari umi. Bukankah kabar bahagia itu, kata Baginda Rasul sebaiknya diberitahu agar orang lain yang mendengar juga ikut bahagia?" Izzu mengeluarkan kalimatnya sambil melihat kearah Naya.

Tentu saja perlakuan Izzu yang seperti itu semakin membuat Naya bertambah-tembah gugup. Berkali-kali gadis berambut hitam sebahu itu membenarkan anak rambutnya, berusaha menghilangkan kegugupan.

"Ya sudah, kan besok pagi umi sama Izza ada acara di tempat teman umi. Kami sebaiknya istirahat dulu." Mirna berusaha mengakhiri pertemuan malam dimeja makan itu.

"Tapi kita baru saja ngobrol mi." Naya berusaha menahan anak dan ibu yang ada dihadapannya.

"Iya mi, lagi seru juga padahal." Izza mengikuti Naya tak mau diajak masuk kamar oleh sang bunda.

Mendengar celetukan Izza, Mirna menunduk, mendekatkan wajahnya pada gadis bertudung hijau itu, lalu berbisik "Mau jadi bunda kecil nggak?"

Izza mengangguk.

"Maka biarkan mereka berdua. Kita masuk kamar lagi." Mirna menutup kalimatnya.

Seketika mata Izza membelalak, terbawa arah pembicaraan sang bunda. Lalu menghadap pada Naya dan Izzu, "Kak Nay, bang... Izza ama umi letih ni. Kami istirahat dulu ya. Selamat malam. Daaah." Izza berdiri, menggaet lengan umi tercintanya bermaksud hendak meninggalkan ruang makan.

Namun belum seutuhnya dua beranak itu pergi, Naya kembali bersuara, "Umi... Izza... Naya bolehkan tidur ama umi dan Izza? Biar kita tambah deket gitu."

ZuNayaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang