Keping 35 : Jadi Istriku, Nay!

1.5K 180 34
                                    

yg baper, komennya banyakin ya, biar nambah semangat ni saya ngetiknya.

muehehehe.

happy reading

........................

Naya yang keluar dari kamarnya memacu langkah kakinya segera ke ruang tengah, demi mendengar teriakan sang bunda yang terang-terangan akan membunuh Izzu jika ia tak keluar.

Sesampainya di ruang tengah, melihat sosok Izzu yang masih mampu berdiri tegak dan tak terluka sama sekali, Naya sedikit bisa bernapas lega.

Tapi Dinar, sang bunda, tidak berhenti bersandirwara sampai disitu saja. Melihat anaknya telah datang dan berdiri dihadapan Izzu, Dinar kembali bersuara, "Ibu tak ingin melihat Izzu saat ini Nay. Ibu benci dan sakit hati dengannya. Benar-benar tak ingin melihatnya."

Naya tak tahu harus merespon apa, ditatapnya sang bunda dengan wajah memelas, lalu ditatapnya Izzu dengan wajah bingung.

Saat ini, Dinar tengah bersungguh-sungguh dalam mengerjai putri semata wayangnya.

Tapi untungnya, Izzu memilih untuk tetap diam. Tak ingin membongkar aksi sang bunda. Agar Dinar tak malu ketahuan oleh Naya kalau ternyata ia hanya pura-pura.

"Ibu tak mau lihat Izzu-mu itu!" Dinar membelalak ngerih.

Membuat Naya semakin takut. Ibunya yang lembut itu, ternyata kalau sedang tak enak hati bisa berubah menjadi sosok yang tak Naya kenal.

"Lalu...lalu Naya harus bagaimana bu?" Naya bertanya pasrah, benar-benar pasrah. Ia tak ingin sang bunda menyakiti Izzu secara fisik.

"Bawa lelaki itu menjauh dari ibu, masukkan dia ke dalam kamarmu." Dinar berkata sambil menahan tawa dalam setiap katanya.

Naya mencelos, lututnya lemah seketika. Bagaimana mungkin dia memasukkan Izzu dalam kamarnya? Tapi bukankah ia tak punya pilihan lain? Mengurung Izzu adalah satu-satunya jalan agar sang bunda tak melakukan kekerasan apa pun. Ya, agar Izzu tak jadi dibunuh.

Naya, dalam perih dan bingungnya, ternyata telah kehilangan setengah cara kerja otaknya. Ia benar-benar menganggap serius apa yang sang bunda katakan. Tanpa perlu menunggu lama, sebelum pembunuhan terjadi, Naya menyambar tangan lelaki tampan itu, memegangnya erat, lalu menariknya, berjalan cepat membawa Izzu ke kamarnya, tanpa kata-kata.

Sementara Izzu yang diberlakukan seperti itu secara tiba-tiba, tangannya digenggam dan dia digeret hanya bisa ternganga. Sebelum meninggalkan sang bunda utuh, Izzu memalingkan wajahnya pada Dinar.

Dan Dinar yang ditatap sekilas oleh Izzu hanya mengacungkan jari jempolnya pada Izzu, memberi isyarat bahwa rencananya berhasil.

Izzu yang mengerti hanya tersenyum tipis pada sang bunda. Lalu menghilang dari ruang tengah. Digeret Naya ke kamarnya.

Saat ini Naya masih berjilbab, lengkap dengan gaun hijaunya. Tapi jilbabnya sudah tak lagi rapi. Kusut sana sini, seperti wajah dan hatinya.

Ini pertama kalinya bagi Izzu memasuki kamar asli Naya, kamar yang penuh sesak dengan foto dan barang-barang khas wanita. Kotak sepatu bergelimpangan disamping pintu. Boneka kecil dan besar nemplok disudut lemari. Beragam wadah kosmetik yang banyak warna tergeletak sembarang dekat cermin duduk. Gantungan dress yang berlapis-lapis menghiasi kerangka jendela. Semuanya terlihat asing bagi Izzu. Belum lagi poster-poster lelaki tampan yang tertempel rapat di dinding. Membuat Izzu hanya bisa menyimpulkan satu hal : masa remaja Naya dan dirinya sangatlah berbeda.

Naya masih menggenggam erat tangan lelaki tampan itu. Memastikan Izzu benar-benar masuk ke kamarnya dan mengunci pintu dari dalam. Setelah yakin tak ada dari pergerakannya yang salah, barulah Naya melepas genggaman tangannya. Menatap Izzu dengan tatapan yang tak bisa diartikan.

ZuNayaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang