Keping 12 : Chattingan

1.4K 178 20
                                    

happy reading

........................

Izzu tidak menyangka bahwa Naya akan mau berbicara sepanjang itu ditelepon dengannya. Meski hanya basa-basi unfaedah. Padahal waktu di rumah, percakapan mereka hanya sebatas aturan ini dan aturan itu, sedikit begini dan sedikit begitu. Tidak lebih.

Tapi barusan, Naya malah mengorek soal mantan dan orang yang Izzu pernah sukai. Tidakkah itu cukup untuk menjadi bukti bahwa Naya sedang tidak baik-baik saja?

Izzu tak jadi menyampaikan kepada Naya apa yang Sandra sampaikan padanya, karena lelaki itu teramat sangat peka. Tujuan Sandra menghubunginya bukan hanya sebatas petis tempe balado dan sayur jantung asam manis. Setelah ia mendengar sendiri suara Naya dari seberang telepon sana, Izzu menyadari satu hal : Sandra sebenarnya sedang meminta tolong pada dirinya agar ia bersedia menghubungi Naya. Karena nada bicara Naya terdengar tidak seperti biasanya. Serak dan tertahan, seolah penuh beban.

Izzu menghela napas perlahan. Menghembuskannya berat dan panjang.

Entah kenapa, ia jadi penasaran dengan apa yang sedang Naya tahan. Padahal bukan urusannya, tapi ia tak bisa tidak memikirkannya.

Izzu mengambil peralatan mengajarnya. Jam istirahat sudah berakhir. Lelaki itu hendak menuju kelas berikutnya.

Sebelum utuh meninggalkan ruangan, suara serak memanggil pemuda berwajah teduh itu, "Ustad Izzu, saya ingin berbicara sebentar. Bisa? Sebelum ustad kembali mengajar."

Pemilik suara yang menghentikan langkah Izzu seketika itu adalah ketua Pesantren Darul Huda tempat Izzu mengajar, Ustad Hanif Al-Qudri namanya. Beliau sudah sangat senior. Tapi wajahnya selalu segar dan penuh senyum. Sering dipanggil Eyang Muda oleh banyak santri, termasuk ustad-ustad lain.

"Silahkan Kyai...." Izzu membalik tubuhnya, menghadap pada sang senior dan berkata sopan.

"Panggil saja Abu, jangan Kyai." Ustad Hanif merendah.

Izzu mengangguk.

"Bagaimana hari pertamamu mengajar disini? Apakah ada hal yang menyulitkanmu?" Ustad Hanif bertanya ramah.

"Tabarakallah, semuanya tidak ada yang menyulitkan..... Abu." Izzu menjawab sopan.

"Alhamdulillah kalau begitu. Mau balik ngajar lagi?" Ustad Hanif masih berbasa-basi.

Izzu mengangguk.

"Kau pemuda yang berbakat. Lulus dengan nilai terbaik." Ustad Hanif menatap Izzu lekat, "Semoga Allah meridhoi ilmu yang kau kuasai, nak."

"Aamiin Allahumma Aamiin, terima kasih Abu." Izzu menatap penuh hormat sosok yang ada di hadapannya.

Setelah menebak-nebak bahwa tak lagi ada yang ustad Hanif akan sampaikan, lelaki berwajah teduh itu hendak undur diri.

Namun, menyadari gerak tubuh Izzu akan meninggalkan ruangan itu dan pamit undur diri, Ustad Hanif segera menahannya, tanpa muqodimah berkata langsung keinti, "Jika nak Izzu tak keberatan, ayah yang sederhana ini ingin memperkenalkan nak Izzu dengan salah seorang putrinya." "Abu tahu ini terburu-buru, baru juga hari pertamamu bekerja disini, tapi..... hati ini serasa yakin untuk memilihmu."

Mendengar perkataan terus terang itu, Izzu terdiam. Kakinya bergetar hebat.

Ustad Hanif terlalu to the point. Tembak 12 pas.

"Jika kau terkejut dengan ajakan yang tiba-tiba ini, silahkan dipikir-pikir dulu. Abu akan sangat senang dengan apa pun keputusanmu." Ustad Hanif berkata tulus, "Hati orang tua tak pernah berbohong, nak. Abu hanya merasa bahwa kau pilihan terbaik."

ZuNayaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang