Keping 58 : Cintai Cinta Karena Sang Maha Cinta

1.4K 153 35
                                    

-semoga teman-teman mencintai tulisan ini, seperti Naya mencintai Izzunya-

happy reading

........................

"IZZUUUU..." Suara Naya memenuhi langit-langit dapur. Berteriak sekencang-kencangnya.

Untung Naya tak bilang 'prak-ketoprak-toprak', kalau iya, maka sudah dipastikan Izzu yang ada di lantai atas tak tahu lagi harus menangis atau tertawa, karena teriakan sang dara benar-benar keras dan sangat mirip dengan penjaja kaki lima yang sering lewat di depan rumah. Nyaring, kuat, dan dengan falsetto yang sempurna.

Si tampan baru selesai memakai celananya, keluar dari kamar mandi tergesa-gesa. Menyambar sembarang baju dan berlari ke lantai bawah. Seperti hendak menjemput Naya dari kobaran api yang membara. Melampaui tiga empat anak tangga sekaligus.

Sesampainya di dekat Naya, Izzu ngos-ngosan sambil pakai baju.

Naya yang mengetahui tiba-tiba Izzu datang dengan napas tersengal-sengal dan terlihat sedang berusaha pakai baju langsung mendekat, sambil memegang spatula, dara bermata jeli itu memukulkannya pada perut si ustad, "berapa umur lo ha? Pakai baju itu di kamar, bukan di dapur."

Izzu nyengir, "pukul lagi, Nay."

"Sarap." Naya menyambar cepat. "Kenapa makai bajunya di sini sih, Tad?"

"Tadi kamu teriak, aku pikir sesuatu terjadi. Makanya aku cepat turun ke bawah. Tadi belum sempat pakai baju soalnya." Izzu menjelaskan.

Mendengar penjelasan si tampan, Naya tersenyum. "Mandi lagi?"

"Mm." Izzu mengangguk pelan. "Biar segar."

Tapi tanpa aba-aba, setelah melihat Naya ada di dekatnya, Izzu langsung menyambar dahi sang dara, mengecupnya cepat. Seperti penjambret nekad, 'cup'. Lalu pura-pura tak bersalah.

Naya tak terkejut lagi, sejak kemarin ia sudah menyiapkan keningnya untuk jadi landasan bibir Izzu. Jadi kapan saja Izzu akan landing, Naya mah cuman bisa bergumam 'sebahagia lo ajalah, Tad.'

"Cuman nemplok di dahi doang?" Naya bersuara sambil menantang.

"Terus kamu maunya apa?" Izzu mengerjap manja, "kita ke kamar lagi? Ini masih pagi lho, Nay. Bukankah semalam sudah?"

"YA IZZUUUU!" Naya kalap. Dara itu memukulkan kembali spatula dalam genggamannya ke lengan si tampan, tidak sekali, tapi berkali-kali. Tidak pelan, tapi sekuat hati. Nasib samsak agaknya tak akan pernah berubah. Dicinta atau tidak, samsak sepertinya akan tetap menjadi samsak.

Izzu tertawa, memegang lengannya yang baru saja dianiaya. "Kamu manggil tadi ada apa, Nay?"

Naya tak langsung menjawab pertanyaan itu, ia mendekatkan jaraknya pada Izzu dengan mata yang fokus pada lengan si tampan, "sakit, Tad? Gue kelewatan ya?"

Izzu menggeleng.

Namun Naya tak peduli dengan gelengan itu, ia lempar sembarang spatulanya dan ia gunakan sepuluh jarinya mengelus pelan lengan Izzu. "Duduk, Tad. Sini gue obat."

"Obatnya pake apa?" Izzu bertanya sok tak tahu apa-apa.

"Kompres air anget mau?" Naya mencoba mencari solusi.

Izzu menggeleng lagi, lalu membuka bibirnya, "peluk aja, pasti sembuh."

Naya kehilangan niat baiknya, suaminya benar-benar sesuatu. Wajah Naya berubah masam, dara itu berkacak pinggang dan berteriak kencang "NYESEL GUE PAKAI SPATULA, KALAU TAU GINI SEKALIAN GUE TIMPUK PAKAI TABUNG GAS MELON, TAD."

Izzu tertawa lebar, matanya menyipit. Sambil memegangi perutnya, si tampan berusaha berbicara, "kamu jangan pernah berubah ya, Nay. Aku suka Naya yang apa adanya."

ZuNayaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang