Keping 37 : Naya K.O.

1.5K 164 28
                                    

happy reading

........................

Sebenarnya, Izzu tak mendengar dengan jelas apa yang Naya ucapkan. Karena Naya terlalu berbisik di belakang punggung si tampan. Antara jujur dan malu. Hingga yang sampai ke telinga Izzu hanyalah sebuah gumaman yang terdengar benar-benar pelan dan samar.

Tapi sekarang itu semua tak lagi penting. Wanitanya kini sedang menyandarkan tubuh pada dirinya, begitu erat dan rapat. Tidak 'kah itu sudah menjadi sebuah jawaban? Untuk apa lagi menunggu kata-kata?

Izzu tak membuang waktu, cepat... diambilnya jemari halus Naya yang kini sedang membalut pinggangnya, dipegangnya, lalu dilepaskannya perlahan.

Membuat Naya yang sedang menangis di belakang si tampan seketika terkejut. Tak menyangka Izzu akan melepaskan rengkuhannya tanpa berbicara sepatah kata pun. Sedikit iba, dara bermata jeli itu tak bisa memaksa untuk tetap terus memeluk Izzu dari belakang, karena si ustad kini sudah membalik tubuhnya, seutuhnya menghadap Naya.

"Kaget?" Izzu bertanya pelan.

Naya mengangguk.

"Nggak senang kalau aku membalik badanku?" Izzu bertanya tulus.

"Nggak!" Naya menimpali sambil terus meneteskan air mata.

Izzu tak lagi bicara, tangannya ia angkat ke pipi sang dara, kiri dan kanan, lalu mengusap lembut tetesan air yang tengah merembes itu, sambil berkata memandangi Naya penuh kebahagiaan, "Aku tak akan memaafkan diriku kalau ternyata penyebab air matamu jatuh adalah aku."

Naya mengangkat wajahnya, menatap lelaki tinggi yang kini sangat lancang menaruh tangannya itu tanpa izin, "Sadar diri juga lo, Tad. Sekalian nggak usah maafin diri lo sampai langit runtuh." Naya sedikit menautkan alisnya, menahan gemuruh dalam dadanya karena kini tangan Izzu sedang mengusap lembut dua pipinya, "Tangan bisa nyante dikit nggak? Main elas-elus aja. Gue bukan kucing."

Izzu tertawa, lalu menggeleng pelan, "Percuma kalau tangan santai, Nay. Tapi hati bergemuruh."

Naya tertohok, entah Izzu kini sedang menyindir atau mengatakan yang sesungguhnya, Naya benar-benar merasa tersinggung. Karena seolah si tampan tahu kalau kini hatinya sedang bergemuruh tak jelas.

"Aku tak mau kamu peluk, Nay." Izzu kembali bersuara, kini ia telah menurunkan tangannya, karena air mata si nyablak sudah tak lagi menetes.

"Terus lo maunya dipeluk Hafsah? Iya?" Naya bertanya melotot.

Tapi Izzu tak menghiraukan pertanyaan omong kosong itu, tanpa ba-bi-bu si tampan menarik tubuh istrinya, membawanya ke dalam rengkuhannya, mendekapnya erat, sambil berkata dengan suara sedikit tertahan, "Aku maunya, aku yang meluk."

Blush!!!... Naya kini memerah. Wajahnya sudah terbenam dalam bidang dada hangat milik lelaki paling sabar yang pernah ia temui selama hidupnya itu. Naya tak bisa melakukan pergerakan, Izzu mengurungnya. Izzu tinggi darinya, satu poin untuk membuat Naya terkunci mati. Izzu kuat darinya, dua poin untuk membuat Naya tak bisa meronta demi melepaskan diri. Dan Izzu adalah lelaki yang dicintainya kini, tiga poin untuk membuat Naya pasrah begitu saja berada dalam balutan tubuh sang ustad.

Naya K.O dalam sekali tarikan, Izzu langsung unggul tiga poin.

Tapi Naya, harga dirinya terlalu tinggi, meski ia menyadari keunggulan Izzu, ia tetap punya cara lain untuk mempertahankan martabatnya, "Lepasin gue, Tad!"

"Tidak akan." Izzu menjawab dengan berani.

"Lepasin gue, ada sesuatu yang mau gue bilang." Naya terus berusaha.

"Bilangnya sambil kayak gini aja." Izzu berkata serius.

"Nggak bisa kalo sambil kayak gini, pengap. Gue kehabisan oksigen ntar, Tad. Lepasin dulu, Zu!" Naya ngeles.

ZuNayaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang