Setelah mengantarkan Meisya pulang ke rumahnya. Segera Aksa pergi menuju basecamp Liberios, hari ini sangat lelah harus menemani Meisya yang di kendalikan oleh suatu obat. Sangat menguras tenaga serta imannya—itu karena Meisya selalu saja menggoda Aksa dan kalau saja ia tidak dapat menahan semua itu. Bisa ribet lagi urusannya.
Kebablasan.
"Dasar." gumam Aksa mengingat gadisnya. Untung saja efek samping dari obat itu sudah hilang jadi Aksa bisa mengantarkan Meisya pulang.
"Ini apaan sih?!"
"Gue juga gak ngerti!"
Aksa mentautkan kedua alisnya mendengar ada keributan di dalam basecamp. Langkah besarnya bertambah kecepatan, dan firasat Aksa menjadi tidak enak kala melihat kaca jendela yang pecah berantakan.
"Ada apa?" tanya Aksa kepada anggota Liberios yang berkumpul di ruang utama. Begitupun dengan empat sahabatnya yang lain. Membuat Samuel menoleh, melihat Aksa dengan pandangan tak seperti biasanya.
"Maksud kalimat ini itu apa?" tanya Samuel memberikan satu lembar kertas lusuh berwarna putih yang terdapat sebuah tulisan di sana.
Aksa masih menatap semua orang di sini dengan tatapan bingung.
"Baca." suruh Samuel kembali. Hingga Aksa mulai membaca isi dari kertas tersebut.
SEBENTAR LAGI
Mengepalkan tangannya. Rasanya Aksa ingin memusnahkan kertas sialan tersebut bersama dengan pelaku dari balik ini semua. Mau mereka apa sih? Sekarang Aksa harus mengatakan apa kepada semua orang di sini?
"Lo nyembunyiin apa dari kita semua?!"
"Dari kemarin gue liat lo resah banget. Seharusnya kalo lo tau atau ada sesuatu hal yang harus di bicarain. Jangan diem aja kaya gini dong, Sa!" kata Farzan merasa kecewa.
"Sa," panggil Kenzo lirih menatap Aksa sendu, apa cowok itu juga kecewa? Tapi—
"Sebentar lagi? Maksud dari isi kertas ini apa? Kenapa ada orang yang tiba tiba lempar batu yang di lapisin kertas itu ke jendela Liberios, apa ini bukan yang pertama kalinya lo dapetin teror dari orang gak di kenal?!" kata Farzan menunjuk Aksa tajam.
Ia pikir mereka adalah keluarga, yang semua hal dapat di bicarakan bersama sama. Kalau masalah seperti ini saja masih main rahasia rahasiaan. Bagaimana Liberios bisa menjadi sebuah keluarga bagi semua anggotanya?
"Gue gak bermaksud nyembunyiin apapun dari kalian! Gue cuman gak mau ada kecurigaan dalam Liberios. Gue masih bisa nyelesain ini sendirian!" ujar Aksa kepada yang lainnya.
"Sendirian? Terus lo fikir kita siapa? Gue sahabat lo, kita semua perduli sama lo! Lagi pula ini ada sangkut pautnya sama Liberios dan berarti ini bakal jadi masalah buat kita semua juga!" bentak Samuel sangat kesal. Kesal karena Aksa selalu menganggap bahwa dirinya bisa menyelesaikan apapun masalah yang ada seorang diri.
"Lo anggap kita apa, Sa?" tanya Kenzo pasrah.
"Ini bukan masalah sepele. Ini—"
"Di antara kita ada pengkhianat." sela Saguna dingin.
"Lo bisa diem aja gak?!" bentak Aksa mendorong Saguna kasar.
"Lo bego! Ini semua masalah kita bareng bareng. Masalah gak akan selesai kalo melihat dari sudut pandang lo doang, masing masing dari kita berhak tau!" balas Saguna mendorong Aksa tak kalah kuat juga.
"Apa lo gak bisa denger perintah gue?!"
Bugh!
"Perintah apa maksud lo?! Rahasiain ini dari sahabat lo sendiri?!" kata Saguna menonjok Aksa sampai cowok berjaket hitam itu jatuh tersungkur. Ia ingin menyadarkan Aksa yang sepertinya sudah hilang akal.

KAMU SEDANG MEMBACA
AKSARA
Romantizm[FOLLOW DULU SEBELUM MEMBACA] Aksara Gunadhya, manusia berparas malaikat. Rupa wajahnya tak seindah perjalanan hidup cowok tersebut. Terlahir untuk bertanya, apa tujuan hidupnya? Kenapa Aksa harus terus bertahan? Untuk apa Tuhan menciptakannya? Di...