65. No One Bothered

2.3K 327 106
                                    

Di kanan-kiri jalan kecil itu ada deretan pondok, dekorasi Natal berkerlap-kerlip di setiap sudut bangunan rumah-rumah, toko-toko dan rumah minum di Godric's Hollow. Ada tugu perang di tengah nya, tersembunyi oleh pohon Natal besar yang tertiup angin kencang.

Salju disini telah memadat, jalanan sangat licin dan bersalju. Jalanan ini sangat sepi, hanya tersisa beberapa penduduk desa yang hanya ke hitung jari jumlah nya karena ini musim salju yang sangat dingin.

"Sayang, kurasa  mereka ada di sana kan? Ayah ibu mu. Aku bisa melihat pemakaman di belakang nya." Draco berkata dengan suara pelan, menunjuk bangunan gereja kecil yang tua, dan terus memegang pinggang ku dengan hangat.

Ada gerbang di jalan masuk menuju pemakaman. Dengan cepat aku dan Draco menyelinap masuk dan bergerak melewati salju dan aku dapat melihat berderet-deret batu nisan bersalju.

Aku melewati beberapa makam yang sangat tua dan rusak tertimpa cuaca sambil mengusap-usap kan beberapa batu nisan yang ditutupi banyak salju dan aku dan Draco berpencar mencari makam orang tua ku.

"[Y/N] mereka disini.. ini disini..." Draco berkata dengan suara pelan, lalu dengan cepat aku bergerak dan mendekati makam itu.

Aku sama sekali tidak perlu berlutut untuk memeriksa dan membaca kata-kata yang terukir di atas nya, karena bacaan itu terlihat sangat jelas di mata ku.

William Lestrange           Sherin Lestrange

lahir, 5 Agustus '60         lahir, 1 Maret '60
meninggal, 2 Mei '98      meninggal, 2 Mei '98

Musuh terakhir yang harus di binasakan adalah kematian

Aku membaca kata-kata itu perlahan, seolah-olah aku tidak memahami arti kata-kata itu, dan aku membaca ulang kalimat itu dengan bersuara kecil.

"Aku tidak mengerti apa maksud nya itu?" Aku bergumam kecil sambil menatap wajah Draco yang sangat pucat putih dan hampir terkena salju.

"Itu adalah gagasan Pelahap Maut. Kukira seperti itu, sih." Draco berkata sambil memegang lembut pundak ku.

Air mata mengucur sebelum aku mencegah nya. Wajah ku membeku dan memanas, dan aku sama sekali tidak mengusap kan air mata di pipi ku.

Aku menunduk dan memandang salju tebal yang masih terlihat jelas di tulisan itu, dan aku mengusap-usap kan nya. Tempat per istirahatan terakhir kedua orang tua ku yang baru saja meninggal menjadi penuh debu dan rusak.

Aku mengangkat tongkat sihir ku sambil menangis pelan, dan menggerakkan nya dalam lingkaran udara dan rangkaian mawar Natal mekar di depan ku. Dengan cepat aku menangkap bunga-bunga itu dan meletakkan nya di atas makam orangtua ku.

Aku menjauhkan diri ku dari batu nisan berisi nama orangtua ku, dan Draco menggenggam tangan ku dengan erat. Lalu dia melingkarkan tangan nya di pundak ku, karena tidak tahan lagi, dengan cepat aku menangis tersedu-sedu di dalam pelukan nya. Tangan Draco yang lembut membelai rambut ku dengan sangat halus dan mengisyaratkan bahwa tak masalah jika aku terus menangis dalam pelukan nya saat ini.

Setelah berlama-lama menangis, aku mengusap-usap kan pipi ku, dan tersenyum pucat, "Kita sebaik nya pulang, Draco. Aku tidak biasa membiarkan Scorpius di rumah sendirian."

"Ibu ku yang menjaga Scorpius di rumah. Ini kan malam Natal, sayang..... aku tidak mau melihat mu terus-terus an bersedih." Draco berkata sambil menyentuh lembut pipi ku dan mengusap-usap kan nya, "Setidak nya malam ini waktu kita berdua. Kita bisa kemana aja sekarang, kalau kau mau."

Aku menatap ragu Draco, "Yeah aku tahu. Tapi ini dingin sekali, mungkin kita bisa kembali ke rumah, dan hanya kita berdua saja?"

HARDEST CHOICE | d. malfoyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang