bab 14

4K 532 22
                                    

Aku melihat Harry dan Cedric kembali, aku melihat dia mengeratkan pegangannya pada dua benda yang masih dicengkeramnya, pegangan Piala Triwizard yang dingin dan halus, dan tubuh Cedric.

Harry masih memejamkan mata nya seraya menangis, ia terlihat sangat shock dan kelelahan membuatnya tetap terbaring di rerumputan, menghirup bau rumput, dan ia menjerit terus menerus karna bekas luka di dahinya serasa membara.

Aku mendengar gemuruh suara menulikan dan membingungkan dari orang-orang.

Aku menjerit, ketika melihat dari jauh sana, Cedric dengan bola mata yang terbuka lebar tetapi tidak bergerak. Dari mana-mana terdengar suara, langkah-langkah kaki, jeritan yang sangar keras.

Kemudian sepasang tangan menyambarnya kasar dan membalikkannya. "Harry! Harry!" Dia akhir nya membuka mata nya.

Dia memandang langit berbintang, dan Albus Dumbledore membungkuk di atasnya.

Dia akhir nya berjalan kembali ke tepi maze.

Harry melepas piala, tetapi dia memeluk Cedric lebih erat lagi.

Dia mengangkat tangannya yang bebas dan menyambar pergelangan Dumbledore, sementara wajah Dumbledore kadang jelas kadang samar.

"Dia kembali," Harry berbisik. "Dia kembali. Voldemort." Ujar Harry kecil namun aku bisa mendengar suara nya.

"Ada apa ini? Apa yang terjadi?" Wajah Cornelius Fudge muncul terbalik di atas Harry, pucat, ngeri.

"Ya Tuhan, Cedric mati! Jadi—yang dikatakan Draco Malfoy benar." Cicit aku mengacak-acak kan rambut ku dengan frustasi.

Ron dan Hermione menoleh ke arah ku secara bersamaan, "Apa?" Jerit mereka bersamaan.

"Draco mengatakan Piala itu Portkey yang bisa membawa mereka ke suatu tempat ketika ia berhasil menyentuh nya. Tebakan itu benar, ia dibawa ke suatu tempat yang sangat kuyakini seperti kuburan dan banyak Pelahap Maut disana, tak terkecuali Voldemort yang telah kembali." Gumam ku sambil menangis, mata hijau Ron membulat lebar.

"Dari mana Malfoy mengetahui nya!" Seru Ron dengan wajah sama khawatir nya dengan ku.

"Ayah nya Pelahap Maut. Aku yakin Harry sudah berduel dengan Pelahap Maut dan Voldemort disana." Ujar aku membayangkan dengan yakin.

Bayangan sosok-sosok yang mengerumuni mereka membisikkannya kepada sosok di sekitar mereka, dan kemudian yang lain meneriakkannya-menjeritkannya-ke dalam kegelapan malam...

"Harry, lepaskan dia," aku mendengar suara Fudge berkata, dan dia merasakan jari-jari berusaha melepasnya dari tubuh Cedric yang lemas, tetapi Harry tidak melepaskannya.

"Harry, kau tak bisa menolongnya sekarang. Sudah berakhir. Lepaskan."

"Dia ingin aku membawanya pulang," Gumam Harry rasanya penting menjelaskan ini. "Dia ingin aku membawanya pulang kepada orangtuanya..."

"Betul, Harry... lepaskan dia, sekarang..." Dumbledore menunduk, dan dengan kekuatan luar biasa untuk seorang laki-laki yang begitu tua dan kurus, mengangkat Harry dari tanah dan menegakkannya.

***

Ketika aku, Harry, Ron, dan Hermione memasuki aula, kami langsung melihat bahwa dekorasinya tidak seperti biasa. Aula Besar biasanya didekorasi dengan warna asrama pemenang pada acara Pesta Perpisahan.

Tetapi malam ini, dinding di belakang meja guru ditutupi tirai hitam. Aku langsung tahu bahwa tirai itu ada di sana sebagai penghormatan untuk Cedric.

Mad-Eye Moody yang asli ada di meja guru sekarang, kaki kayu dan mata gaibnya kembali berada di tempatnya. Dia luar biasa gugup, terlonjak setiap kali ada yang mengajaknya bicara.

HARDEST CHOICE | d. malfoyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang