36. Throw Up

4.2K 493 167
                                    

"Nah, Lestrange, dan Potter..." Panggil Profesor McGonagall, membuat langkah aku dan Harry terhenti, dan kami menoleh, melihat nya yang sedang mengecek catatannya, dan dia terlihat sangat sibuk.

"Aku diberi tahu Profesor Slughorn bahwa kau tidak mengambil Ramuan? Kenapa, Lestrange? Bukan kah kau mengajukan diri mu untuk melanjutkan Ramuan mu ke tingkat NEWT?"

Aku terkejut. Sangat aneh, bahkan Profesor Slughorn sendiri lah yang menolak ku mentah-mentah untuk masuk ke dalam kelas NEWT nya.

"Aku sudah mengajukan diri ku untuk masuk ke kelas nya. Yang jadi masalah nya, Profesor Slughorn tidak menerima ku." Aku berkata dengan suara kecil.

"Ah, kau tahu—dia kan pelupa. Dia mengatakan kepada ku bahwa kau bisa masuk ke dalam kelas nya." Profesor McGonagall menatap ku dengan serius, "Kau mau mengambil Ramuan? Potter, kau mau juga ikut Ramuan, ya?"

"Mau, Profesor." Jawab aku dan Harry secara bersamaan.

Harry menatap nya dengan ragu-ragu, "Tetapi kami tidak membeli buku atau bahan atau apa pun—"

"Aku yakin Profesor Slughorn bisa meminjamkannya kepada kalian berdua," kata Profesor McGonagall menatap kami berdua dengan lekat, "Baiklah, Potter dan Lestrange, ini daftar pelajaran kalian berdua."

***

Ketika aku dan teman-teman yang lain ingin memilih tempat duduk, kami tersentak kaget, dan melihat pintu ruang kelas terbuka lebar, aku bisa melihat Snape melangkah ke koridor, dengan wajah dingin nya, "Masuk," kata Snape.

Aku memandang ke sekeliling ruangan ketika aku sudah duduk di atas kursi.

Pengaruh kepribadian Snape sudah langsung terasa bagi ku, ruangan itu lebih suram daripada biasanya karena gorden-gorden jendela ditutup, dan ruangan diterangi cahaya lilin.

Gambar-gambar baru menghiasi dinding, banyak di antaranya memperlihatkan orang-orang yang kelihatannya sedang kesakitan, ada yang dengan luka-luka mengerikan.

Aku sama sekali tidak berbicara ketika aku duduk, memandang  gambar-gambar menyeramkan itu.

"Aku belum menyuruh kalian mengeluarkan buku," kata Snape, membuat aku tersentak, dan aku buru-buru menjatuhkan buku ku ke dalam tas.

"Aku mau bicara kepada kalian dan menginginkan perhatian penuh kalian." Matanya yang hitam menjelajah wajah-wajah murid di kelas.

"Kalian sudah diajar lima guru untuk pelajaran ini sejauh ini, kalau aku tak salah." Dia berkata dingin, "Tentu saja, guru-guru ini semua punya metode dan prioritas sendiri-sendiri. Mempertimbangkan kekacauan ini, aku heran begitu banyak dari kalian bisa lulus OWL dalam pelajaran ini. Aku akan lebih heran lagi jika kalian berhasil melaksanakan tugas-tugas NEWT, yang akan jauh lebih sulit."

Snape berjalan ke pinggir ruangan, dia berkata lebih pelan dari pada sebelum nya, "Ilmu Hitam," kata Snape, "banyak jenisnya, bervariasi, selalu-berubah, dan abadi. Melawannya seperti melawan monster berkepala-banyak, yang, setiap kali satu leher berhasil dipotong, akan muncul kepala baru yang lebih ganas dan lebih pintar daripada sebelumnya. Kalian melawan sesuatu yang tidak-pasti, bermutasi, dan tak terkalahkan."

Snape memandang ke arah meja kami, namun lebih tepat nya dia menatap Harry dengan tajam.

"...kalian semua, kukira, masih orang baru sama sekali dalam penggunaan mantra non- verbal. Apa keuntungannya mantra non-verbal?"

Aku melihat tangan Hermione mencuat ke atas. Snape memandang berkeliling dulu melihat murid- murid yang lain, memastikan dia tak punya pilihan lain, "Baiklah— Miss Granger?"

"Musuh kita tak mendapat peringatan tentang jenis sihir apa yang akan kita lakukan," kata Hermione, "dan ini memberi kita keuntungan sepersekian detik."

"Jawaban yang dikutip nyaris kata per kata dari Kitab Mantra Standar, Tingkat 6," kata Snape merendahkan. Aku melihat disudut ruangan, Draco dan teman-teman nya menertawakan Hermione, "Tapi secara esensial betul. Ya, mereka yang berhasil menggunakan sihir tanpa mengucapkan mantranya memperoleh elemen kejutan dalam serangannya."

"Tak semua penyihir bisa melakukannya, tentu, perlu konsentrasi dan kekuatan pikiran yang,"

Pandangan nya beralih ke arah Harry dan dia menatap nya dengan dengki, "tak dimiliki semua orang."

"Sekarang kalian akan dibagi berpasangan," Snape melanjutkan. "Partner yang satu akan berusaha menyerang yang lain tanpa mengucapkan mantranya. Yang lain berusaha menolak serangan dengan sama diamnya. Laksanakan!"

Aku memilih untuk berpasangan dengan Hermione.
Bukan hal mengejutkan, 10 menit kemudian Hermione berhasil menolak Sihir Kaki-Jeli dari ku tanpa mengucapkan sepatah kata pun.

Namun tak lama kemudian, aku merasa perut ku mual dan kram hebat, aku meringis dengan suara sangat kecil, hampir tidak terdengar, namun Hermione menyadari tingkah laku aku yang seperti nya sedang tidak beres.

"[Y/N] apakah kau tidak apa-apa?" Hermione mendekatkan diri nya kepada aku yang masih memegang perut ku.

"Tidak. Tidak apa-apa." Aku berusaha untuk tetap rileks.

"Aku melihat mu akhir-akhir ini sangat pucat. Kau bisa ke Madam Pomfrey setelah akhir pelajaran ini." Hermione menatap ku dengan khawatir.

"Tidak usah, aku tidak apa-apa." Aku tersenyum simpul.

Snape berjalan di antara aku dan Hermione yang kembali berlatih, dia melewati kami, dan berhenti lama untuk melihat Harry dan Ron yang seperti bersusah payah melaksanakan tugas mereka.

"Menyedihkan, Weasley," kata Snape, sambil menyeringai, "Sini—kutunjukkan padamu—"

Dia mengarahkan tongkat sihirnya kepada Harry begitu cepatnya sehingga Harry otomatis bereaksi; segala pikiran tentang mantra non-verbal terlupakan, dia berteriak, "Protego!"

Mantra Pelindung-nya kuat sekali sampai aku melihat Snape kehilangan kcseimbangan dan menabrak meja. Seluruh kelas menoleh dan sekarang memandang Snape yang meluruskan diri, marah.

"Apa kau ingat aku memberitahu kalian kita melatih mantra non-verbal, Potter?"

"Ya, Profesor." Jawab Harry dengan kaku.

"Detensi, Sabtu malam kantorku, Potter." kata Snape. "Aku tidak menerima kelancangan dari siapa pun—"

"HUUEEKK." Mulut ku terbuka lebar seakan aku seperti memuntahkan sesuatu. Mata ku memerah dan berair.

Semua wajah menatap ku dengan keanehan sekarang, "Well, kukira mungkin orangtua mu mengajari mu untuk menghormati seorang guru yang sedang berbicara, bukan kah begitu Mrs Lestrange?"

Aku tidak menjawab kata-kata Profesor Snape, tubuh ku jauh lebih lemas dari pada sebelum nya. Nafas ku terengah-engah.

"Tidakkah untuk menjawab pertanyaan dari orang yang lebih tua dari mu akan terdengar lebih sopan—"

"HUEKKK,"

"Potong 20 angka dari Gryffindor." Snape tersenyum dengan puas.

"Dia sepertinya sedang sakit, Profesor!" Hermione berkata dengan suara keras, dan menatap Snape dengan wajah memohon, "Aku kira kau akan mengerti itu."

Snape menatap ku dengan tatapan jijik, "Well, kukira—"

"Maaf, Profesor. Kurasa aku ada urusan sangat penting dengan [Y/N]." Draco berjalan di tengah kerumunan anak-anak Slytherin lain nya yang memusatkan perhatian hina nya kepada ku.

Snape tidak dapat membantah, karena seperti yang kalian tahu, Draco murid favorit nya, "Baiklah, Draco." Snape berkata dingin, dan menatap tajam kepada ku.

Draco menarik tangan ku, dan aku terpaksa berdiri tegap meskipun tubuh ku terasa sangat lemas. Dia merangkul tubuh ku, dan kami meninggalkan ruang kelas itu yang menyisakan anak-anak yang berbisik-bisik dan bergosip tentang kejadian yang baru terjadi.

***

Nanti malam kalau sempet aku bakal update cerita ini lagi kok gais

jangan lupa di vote yaa-!!!!💕💕

HARDEST CHOICE | d. malfoyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang