Chapter 27

1.4K 122 75
                                    

Tak seorang pun di Hogwarts tahu apa yang sebenarnya terjadi pada malam Sirius, Buckbeak, dan Pettigrew menghilang, kecuali Anvayz, Harry, Ron, Hermione, dan Profesor Dumbledore. 

Menjelang akhir semester, mereka mendengar berbagai teori berbeda tentang apa yang terjadi, tapi tak satu pun yang mendekati yang sebenarnya.   

Malfoy berang sekali Buckbeak kabur. Dia yakin Hagrid telah menemukan cara untuk menyelundupkan Buckbeak agar selamat, dan sangat marah bahwa dia dan ayahnya telah diperdaya oleh seorang pengawas binatang liar.

Sementara itu, banyak yang ingin dikatakan Percy Weasley tentang lolosnya Sirius. "Kalau aku berhasil masuk ke Kementerian, aku akan mengajukan banyak usul tentang Pelaksanaan Undangundang Sihir!" katanya kepada satu-satunya orang, yang mau mendengarkannya—pacarnya, Penelope. 

Meskipun cuaca cerah, meskipun suasana gembira, meskipun Harry tahu mereka telah berhasil melakukan sesuatu yang nyaris tak mungkin dengan membantu membebaskan Sirius, belum pernah Anvayz melihat Harry menyongsong akhir tahun ajaran selesu ini. Dia jelas bukan satu-satunya yang menyesali kepergian Profesor Lupin. Seluruh murid Pertahanan terhadap Ilmu Hitam, yang sekelas dengan Harry, sedih Profesor Lupin mengundurkan diri.

"Kira-kira tahun depan kita dapat guru macam apa, ya?" kata Seamus Finnigan muram.

"Mungkin vampir," Dean Thomas mengusulkan penuh harap. 

Hasil ujian diumumkan pada hari terakhir semester. Anvayz, Harry, Ron, dan Hermione lulus semua mata pelajaran. Harry heran dia berhasil lulus Ramuan. Dia punya kecurigaan besar Dumbledore telah turun tangan untuk mencegah Snape tidak meluluskannya dengan sengaja. 

Sikap Snape terhadap Harry selama seminggu terakhir ini sungguh mencemaskan. Harry bercerita kepada Anvayz jika dia tak mengira kebencian Snape terhadapnya bisa lebih besar lagi, tetapi kenyataannya begitu. Sudut bibirnya yang tipis berkedut sangat tidak menyenangkan setiap kali dia memandang Harry, dan dia tak hentinya menekuk-nekuk buku-buku jarinya, seakan sudah gatal ingin menempelkannya di sekeliling leher Harry. Tetapi setiap itu juga Anvayz memelototi Snape seakan berkata 'Jangan mengganggunya.'

Snape yang tak tahan dipandang seperti itupun akhirnya menarik tangan Anvayz begitu saja dari ketiga temannya, dia menarik gadis itu menjauh dan membawanya ke koridor yang jarang dilewati murid-murid.

Saat sudah di ujung koridor, pria itu memojokkannya ke dinding dan mengunci pergerakan Anvayz. Tubuh dan wajah mereka sangat dekat, bahkan Anvayz bisa merasakan hembusan napas hangat yang menerpa wajahnya.

"Kau kenapa sih?!" tanya Anvayz berang, tak terima ditarik begitu saja dari sahabat-sahabatnya.

"Kau yang kenapa!" balas Snape tak kalah berang.

"Aku?"

Snape mengusap wajahnya gusar, "Kenapa kau memandangku seperti itu? Kau membuatku frustasi!"

Anvayz yang mengerti dengan maksud percakapan mereka sekarang pun menatap Snape tajam, "Jangan mengganggunya!"

"Kenapa kau membelanya?"

"Aku sudah menganggapnya seperti kakak sejak pertama kali aku bertemu dengannya, Severus!"

Snape menempelkan tubuhnya dan menatapnya lebih tajam, "Kau suka padanya, hm?"

Anvayz menelan ludahnya kasar ketika Snape merendahkan suaranya dan jantungnya berdegup kencang saat tubuh mereka menempel. Astaga! kenapa pria ini hobi sekali menempelkan tubuhnya?! 

"Aku menyayanginya selayaknya keluargaku sendiri, tapi tidak mencintainya. Aku hanya menyukai sikapnya yang dewasa. Dan jika aku mencintainya, sudah dari dulu aku memacarinya." Kata Anvayz mencoba menetralkan napasnya tapi hasilnya sia-sia.

Love but PrestigeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang