Chapter 43

950 90 144
                                    

Paham kan maksudnya?

.-.-.-.-.-.-.-.-.-.-.-.-.-.-.-.-.-.-.-.-.-.-.-.-.-.-.-.-.-.-.-.-.-.

Snape tidak melihat Anvayz makan malam, dia baru teringat bahwa tidak sengaja mendengar percakapan jika Anvayz pergi untuk menenangkan diri. Pria itu pun bertekad untuk mencarinya.

Dia berkeliling kastil tapi tidak menemukan atensi Anvayz sama sekali, harapan terakhir Snape adalah Menara Astronomi. Walaupun tangganya ratusan atau mungkin ribuan-yang jelas Snape tidak mau menghitungnya, tapi dia tidak peduli. Dia baru ingat jika tempat itu adalah salah satu spot Anvayz untuk menenangkan diri.

Setelah menaiki tangga yang melingkar, akhirnya Snape sampai di ambang pintu Menara Astronomi. Dia merasakan liontinnya berdetak cepat, pasti Anvayz terkejut melihatnya datang ke sini. Walaupun pria itu tidak bisa melihatnya sama sekali, tapi Snape tetap menutup akses turun dari Menara karena dia tahu jika Anvayz tidak bisa menembus tubuhnya atau dinding sama sekali.

"Aku tahu kau berada di sini, lioness. Keluarlah, aku tak tahan dengan hubungan seperti ini." gumam Snape.

Tak ada balasan, tapi dugaan Snape benar. Dia merasa ada 'sesuatu' yang mencoba untuk menyelip agar bisa keluar dari satu-satunya pintu Menara Astronomi, tapi tubuh Snape yang kekar dan menjulang tinggi sama sekali membuat 'sesuatu' itu tidak bisa menyelip.

Sebaliknya, Snape yang tak tahan pun langsung mendekapnya erat dan hangat. Pria itu seperti seorang yang tidak pernah melihat kematian tetapi memeluk Thestral, bertekstur tapi tak nampak.

Sialnya, dipeluk adalah kelemahan Anvayz. Akhirnya gadis itu menyerah dan menampakkan dirinya. Snape yang sudah bisa melihat Anvayz pun menenggelamkan wajahnya lekuk leher Anvayz.

"Aku merindukanmu, kau jangan menyiksaku seperti ini." gumamnya lirih. Suaranya mencoba untuk tidak bergetar, tapi gagal.

Anvayz masih diam, memproses apa yang terjadi. Bahkan dia belum membalas pelukan Snape.

"Kali ini kau harus mendengarkan penjelasanku, harus. Terserah jika sehabis ini kau tetap ingin meninggalkanku, tapi kau harus mendengarkan dulu!"

Jantung Anvayz berhenti berdetak dan darahnya berhenti mengalir saat merasakan bahu Snape bergetar. Sialan, Anvayz merasa sangat berdosa sudah membuat pria yang dingin dan monoton tiba-tiba rapuh hanya karena dirinya.

Gadis itu menghela napas pasrah dan membalas pelukan pria itu, bermaksud untuk menenangkannya. Demi Merlin, dia tidak pernah berurusan dengan pria dewasa selain Ayahnya! Bagaimana dia mengatasi Snape?!

"Baiklah, jelaskan." akhirnya Anvayz membuka suara.

Snape langsung mendongak senang dan tersenyum cerah. Astaga, melihat perubahan emosinya yang terlalu cepat membuat Anvayz ingin lompat dari Menara Astronomi detik itu juga!

"Benarkah?!" tanya Snape sumringah, Anvayz tersenyum tulus dan mengangguk.

Gadis itu menghapus air mata yang masih tergenang di mata Snape, pria itu menahannya untuk turun sampai membuat matanya memerah. "Tapi hapus dulu air matamu, kau terlihat jelek saat menahan tangis." ledek Anvayz.

Snape kalah, air matanya jatuh begitu saja. Liquid indah mengalir bukan karena dia bersedih, tetapi karena dia merasa sangat bahagia. Dia mengedip sekali untuk menghabiskan air mata yang ditampungnya seraya memegang tangan Anvayz yang berada di wajahnya dan mengelus punggung tangan itu lembut dengan ibu jarinya.

"Aku memberikan akses penuh kepadamu untuk melihat kenanganku." gumam Snape yakin.

Anvayz terbelalak, "T-tidak! Tentu saja aku tak mau, itu adalah privasimu. Kau tahu jika aku sangat menghargai privasi orang."

Love but PrestigeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang