H A P P Y
R E A D I N G! 🥳💛
✨
"Menyukai sesuatu dari negara orang, bukan berarti patriotisme di hati gue menghilang."
— Aresh
✨
www.harvard.edu
Aresh mengetikkan alamat website itu di kolom pencarian, dan menelusuri apa yang ada di dalam sana dengan tatapan serius.
Sejenak ia menghela napas, kala mengetahui, bahwa pendaftaran Harvard bahkan bisa dilakukan saat ia masih di semester satu. Mungkin karena banyaknya masalah yang menimpa diri juga keluarga, ia jadi lupa untuk memikirkan masa depannya.
Tak mau menyesali lebih lama, Aresh pun meraih buku catatan berwarna abu, lalu mencatat poin-poin penting, juga persyaratan apa saja yang diperlukan untuk mendaftar ke sana.
Dari mulai nilai GRE atau GMAT yang masih berlaku, sertifikat TOEFL, transkrip nilai rapor selama di SMA, tiga buah surat rekomendasi, formulir pendaftaran, resume pelamar, juga surat lamaran.
Fiuh, Aresh berkedip beberapa kali saat membaca ulang daftar itu. "Banyak juga maunya, kayak cewek."
Menilik kembali pada tulisan 'nilai GRE atau GMAT', otak Aresh dibuat memutar. Ia teringat saat Ethan menceritakan pengalamannya mengikuti salah satu tes tersebut. Katanya, lebih ketat dari pemeriksaan di bandara.
Mencoba melarutkan keluh, Aresh menegakkan kembali punggungnya yang sempat kelung, lalu menatap tajam pada layar komputer. "Semangat!"
Ceklek
"Widih, yang mau kuliah di luar negeri sibuk amat, ya." Rasha yang datang dengan sekantung snack jagung bakar, juga Lona yang bergelayut manja di pundak, berjalan mendekati Aresh, sembari melihat-lihat apa yang tengah ditampilkan di layar sana.
Melihat apa saja persyaratan yang tertera, pundak Rasha mendadak bergidik. "Resh, moto hidup lo pasti: kalau ada yang susah, kenapa pilih yang gampang? iya, kan?" curiga gadis itu.
Aresh hanya berdecak singkat sebagai respons.
"Abisnya, lo aneh tahu enggak. Di Indonesia kan, masih banyak universitas jurusan bisnis dengan akreditas A, kenapa lo musti milih ke luar negeri? Lo enggak cinta sama negara lo sendiri?"
Aresh memutar kursi belajarnya menghadap penuh pada Rasha. "Bukan karena gue enggak cinta, Sha. Tapi, tiap orang kan punya cita-citanya masing-masing. Meski anak kembar sekali pun, kayak gue sama lo."
"Lagian, ya, menyukai sesuatu dari negara orang, bukan berarti patriotisme di hati gue menghilang. Karena, sejauh apa pun gue berkelana, tanah air yang akan tetap jadi singgahan utama," sambung Aresh.
Sekakmat
Rasha dibuat bungkam seribu bahasa dengan kata-kata yang keluar dari mulut Aresh. Seketika, ia pun menjadi teringat dengan mendiang sang ayah.
Jika diamati dengan seksama, semakin lama, Aresh benar-benar seperti jiplakan nyata dari sang ayah. Tidak hanya sifat, namun juga isi otaknya yang begitu encer.
"Lagian lo sendiri, udah siap buat tes SBM kedua, belum? Udah bulan Januari, nih. Lima bulan lagi, lho, sisa waktu lo."
Iya, Rasha memang memutuskan untuk menunda kuliah satu tahun karena masih diserang dilema besar. Bukan karena patah semangat akibat dari penolakan universitas sebelumnya, namun gadis itu hanya ingin memantapkan diri agar lebih siap menjalani kehidupan kuliah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Firefly • completed
Подростковая литература#VERNANDOSERIES 4 👸🏻 Dalam hidup, Aresh tak pernah menyesali semua pilihan yang telah dipilihnya. Kalau pun salah memilih, ia pasti berusaha mengatasi. Tapi, semenjak hari di mana Nada tak sengaja menumpahkan jus alpukat untuk kesekian kali di jak...
