Ada yang menunggu? Hehe
Happy Reading! 🤗
✨
“Kebegoan lo itu, kalau diibaratkan dalam satuan volume, bukan lagi pakai cc, tapi udah pakai liter.”
—Aresh
✨
Di ruang OSIS, Tifa termenung di salah satu kursi dengan tangan kiri menyangga kepala. Hingga Nada yang menjadi penonton pun, turut dibuat penasaran akannya.
"Tifa kenapa?" tanya Nada, yang kebetulan sudah menyelesaikan catatan OSIS dan menyerahkannya pada Aresh.
"Gue lagi bingung buat pembahasan mading minggu ini, Nad. Otak gue lagi bebel. Enggak bisa mikir apa pun." Tifa mengeluh dengan raut putus asa. Punggungnya pun melengkung tak bersemangat.
"Lo ada saran ide, mungkin?" sambungnya, penuh harap.
Nada terdiam sebentar, memikirkan ide yang mungkin saja bisa membantu Tifa. "Hm ... mungkin, tentang rasisme yang dilakukan oleh keempat polisi Minneapolis pada George Floyd, yang lagi mendunia saat ini?"
Mata sayu Tifa mulai menampakkan semangat begitu mendengar kata yang keluar dari mulut Nada. "Oh, boleh juga itu! Kenapa gue enggak kepikiran, ya?"
Nada tersenyum simpul, "black lives matter. Jangan lupa sertakan slogan itu, dan ajak para pembaca supaya mau ikut berpartisipasi untuk turut menyuarakan pendapat mereka mengenai kejadian yang menimpa George, juga rasisme yang terjadi di seluruh penjuru dunia."
"Tapi, Nad, masalahnya, di Indonesia kan, rasismenya enggak terlalu parah. Apa poster atau bacaan semacam itu masih diperlukan?"
"Kata siapa enggak parah?" Aresh yang diam-diam menyimak di bangkunya, kemudian mematikan sejenak tablet di tangan kanannya. Manik tegas nan tajam itu lalu menatap Tifa tidak setuju.
"Buktinya, kita jarang, kan, dengar berita tentang rasisme di Indonesia?" Tifa mencoba mengeluarkan bukti dari sudut pandangnya.
"Bukannya jarang, tapi karena minimnya pembahasan mengenai rasisme di Indonesia. Kalau kita enggak buta akan berita dari surat kabar, rasisme itu justru banyak terjadi. Terutama pada masyarakat Papua yang mayoritas berkulit hitam."
Nada mengangguk antusias. Ucapan Aresh memang benar adanya.
"Aku ingat, pada tanggal 17 Agustus 2019 lalu, juga pernah terjadi sebuah kasus rasisme di Surabaya. Yaitu, mengenai kepolisian yang menahan 43 mahasiswa asal Papua. Mereka ditangkap dengan tuduhan melecehkan bendera Indonesia saat Hari Kemerdekaan."
"Cara polisi mengumpulkan mereka pun, enggak dengan baik-baik. Mereka menyerbu asrama dengan meneriaki kata-kata rasis, juga tega menggunakan gas air mata untuk memaksa para mahasiswa keluar." Nada menyambung ucapannya dengan raut sendu.
"Iyakah? Kok, gue baru tahu ada kejadian kayak gitu?"
Nada melirik Aresh sejenak, "seperti yang Aresh bilang, hal itu karena minimnya pembahasan tentang rasisme di Indonesia. Padahal, di Undang-Undang sudah dituliskan hukum mengenai antirasisme. Yaitu, UU Nomor 40 Tahun 2008, Tentang Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis."
"Kejamnya. Berati kita memang harus bahas rasisme di mading, supaya seluruh warga GUSTAV enggak buta dengan permasalahan serius ini."
Nada tersenyum melihat kobaran api semangat yang datang dari cara Tifa berbicara. Kemudian, tangannya menepuk bahu gadis itu, "remember, all skin tones are so beautiful. Peoples whose saying they ugly are blind."
KAMU SEDANG MEMBACA
Firefly • completed
Teen Fiction#VERNANDOSERIES 4 👸🏻 Dalam hidup, Aresh tak pernah menyesali semua pilihan yang telah dipilihnya. Kalau pun salah memilih, ia pasti berusaha mengatasi. Tapi, semenjak hari di mana Nada tak sengaja menumpahkan jus alpukat untuk kesekian kali di jak...
