#VERNANDOSERIES 4 👸🏻
Dalam hidup, Aresh tak pernah menyesali semua pilihan yang telah dipilihnya. Kalau pun salah memilih, ia pasti berusaha mengatasi.
Tapi, semenjak hari di mana Nada tak sengaja menumpahkan jus alpukat untuk kesekian kali di jak...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
✨
“Gue ini cuman manusia biasa, bukan peramal yang langsung ngerti walau cuman lihat muka.”
— Aresh
✨
Nada menatap Aresh dengan tatapan tak percaya.
Pagi-pagi buta tepat setengah jam setelah azan Subuh di kumandangkan, Aresh mengetuk pintu, lalu membawanya menyusuri jalan setapak di mana ada kebun teh di sekelilingnya. Untung saja gadis itu terbiasa bangun pagi dan mandi di waktu dini hari. Jadi, tidak masalah bila seseorang sudah mengajaknya pergi sepagi ini.
Tetapi, bukan. Bukan itu yang membuat Nada sampai melongo.
Namun, justru karena tiba-tiba saja, Aresh pergi dan kembali dengan membawa dua tas ukuran sedang dari rotan, yang biasa petani teh bawa ketika akan memanen, ke hadapan Nada, sambil berkata,
"Ayo, bantuin panen!"
"Kamu dapetin tas ini dari mana?"
"Nyolong."
Sekali lagi, Nada menatap Aresh cengo.
"Udah, enggak usah banyak tanya. Lo bukan wartawan."
Senyum paksa Nada mengembang simpul. "Kamu serius kalau kita mau panen? Udah izin pemilik lahannya belum?"
"Ngapain izin? Tasnya aja nyolong."
Nada sukses dibuat geregetan dengan Aresh, yang berkata dengan tampang terlampau santai. "Serius, Aresh!"
Sambil memakai tas itu di punggung, Aresh menatap Nada lamat. Begitu tas terpasang apik, kini giliran kedua tangannya membantu memakaikan tas itu pada punggung Nada.
"Ya, udah izin, lah. Kalau belum izin mana mungkin gue boleh bawa tas ini."
Penuturan itu membuat Nada akhirnya bisa bernapas lega. Kan, tidak lucu, apabila ada petani teh yang memergoki mereka tengah memanen teh, di kebun yang menjadi tempat mereka mencari rupiah.
"Bilang dong, dari tadi. Kamu mah, suka bikin aku panik dulu kerjaannya."
Melihat poni Nada berantakan, Aresh dengan sigap merapikannya. Laki-laki itu bahkan menarik ikat rambut yang melingkar di tangan kanan Nada, lalu ia gunakan untuk mengikat seluruh rambut Nada yang menjuntai ke punggung.
"Rambut lo mau sepanjang apa, dah? Mau saingan sama mba kunti?"
Nada yang sedari tadi terdiam membiarkan Aresh memainkan rambutnya, kemudian membuka suara. "Emang Aresh suka yang rambutnya pendek, ya?"
Mendadak, pikiran Nada tertuju pada sosok Dita, yang kebetulan memang memiliki rambut pendek sebahu. Wajah manis gadis itu ketika tersenyum pada Aresh pun, seketika membuat darah Nada mendidih.